BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Sejalan dengan perkembangan dunia usaha yang semakin global, pengelolaan
suatu organisasi harus dilakukan secara professional serta produktif, sehingga
organisasi tetap dapat mempertahankan hidupnya dan terus berkembang seiring
dengan kemajuan jaman. Konsep pengembangan umumnya dilakukan terhadap pegawai
atau pegawai yang berfungsi sebagai roda penggerak organisasi. Pengembangan
pegawai atau pegawai harus dilakukan dengan kontinuitas yang terpelihara baik
serta terarah. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah pegawai atau pegawai
sebagai sumber daya manusia yang handal tidak muncul begitu saja, namun
memerlukan suatu proses pengembangan yang bertahap dan berkesinambungan.
Untuk mencapai kinerja atau prestasi kerja pegawai yang maksimal, penggunaan
kepemimpinan yang tepat dari atasan, merupakan salah satu faktor yang dapat
menggerakkan, mengarahkan, membimbing dan memotivasi pegawai untuk lebih
berprestasi dalam bekerja. Pemimpin
dapat mempengaruhi moral,
kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat
prestasi suatu organisasi. Kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam
pengarahan adalah faktor penting
efektivitas pemimpin. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan
kualitas-kualitas yang
berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menyeleksi pemimpin-pemimpin yang efektif akan meningkat, bila
organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan
efektif organisasi, berbagai perilaku dan teknik tersebut akan dapat
dipelajari.
Penilaian prestasi
kerja (performance appraisal) adalah
proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi
kerja pegawai. Kegiatan ini
dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik
kepada para pegawai tentang
pelaksanaan kerja mereka.
Kegunaan-kegunaan
penilaian prestasi kerja dapat dirinci sebagai berikut, perbaikan prestasi
kerja, penyesuaian-penyesuaian kompensasi, keputusan-keputusan penempatan,
kebutuhan latihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karier,
penyimpangan-penyimpangan proses staffing, ketidakakuratan informasional,
kesalahan desain pekerjaan, kesempatan kerja yang adil dan tantangan-tantangan eksternal.
II.
Tinjauan Pustaka
A.
Motivasi
Hasibuan (2000: 142) motivasi adalah
pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan
terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Jadi motivasi
mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahannya, agar
mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya
motivasi karena motivasi adalah hal yang
menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja
giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Abraham Sperling mengemukakan bahwa motivasi itu
didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari
dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri (dalam
Mangkunegara, 2001 : 93). William J.
Stanton mendefinisikan motivasi “Suatu motif adalah kebutuhan yang
distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas”.
Sedangkan (Mangkunegara, 2001 : 68), mengatakan
bahwa motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan
kerja). Menurut Nawawi (2001 : 351), bahwa kata motivasi (motivation)
kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau
alasan seseorang melakukan sesuatu.
Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang
mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/ kegiatan,
yang berlangsung secara sadar. Menurut Sedarmayanti (2001 : 66), motivasi dapat
diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force) yang menyebabkan
orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya
ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian
keinginan tersebut. Yang menjadi pendorong dalam hal tersebut adalah
bermacam-macam faktor diantaranya faktor ingin lebih terpandang diantara rekan
kerja atau lingkungan dan kebutuhannya untuk berprestasi.
B.
Kinerja
Karyawan
Kinerja
pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja
karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi
kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok
menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Robert L.
Mathis & John H. Jackson, 2002:78).
Menurut Purwadarminta (1990) prestasi
adalah hasil yang telah dicapai,
sedangkan menurut Saidi (1992) prestasi adalah kemampuan, kesanggupan dan
kecakapan seseorang atau suatu bangsa. Prestasi kerja atau kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Secara
teoritis penilaian atau pengukuran prestasi kerja atau kinerja memberikan informasi yang dapat digunakan pimpinan untuk membuat keputusan tentang
promosi jabatan. Penilaian prestasi kerja atau kinerja memberikan kesempatan kepada pimpinan dan orang yang dinilai untuk secara bersama
membahas perilaku kerja dari yang
dinilai. Pada umumnya setiap orang menginginkan dan mengharapkan umpan balik
mengenai prestasi kerjanya. Penilaian memungkinkan bagi penilai dan yang dinilai untuk secara bersama
menemukan dan membahas kekurangan-kekurangan yang terjadi dan mengambil langkah perbaikannya.
Kinerja
tugas didefinisikan sebagai tambahan pada perilaku yang memberikan bantuan
secara spontan yang disebut oleh Smith dkk (1983) sebagai altruism,
serta George dan Brief (1992) mendefinisikan membantu rekan sekerja, fasilitasi
antar pribadi meliputi tindakan yang mempunyai tujuan yang mengembangkan moral,
mendorong kerjasama, menghilangkan batasan/hambatan terhadap kinerja, atau
membantu rekan sekerja dalam melakukan kegiatan-kegiatan pekerjaan yang
berorientasi tugas mereka.
Kinerja
kontekstual didefinisikan sebagai suatu keterampilan interpersonal dan motivasi
untuk berinteraksi dengan yang lainnya dengan cara mengangkat hubungan kerja
yang baik dan membantu mereka (karyawan) melakukan tugas secara efektif (Van
Scotter & Motowidlo, 1996). Pegawai yang kinerja kontekstualnya lebih
tinggi menyatakan bahwa mereka merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka dan
lebih berkomitmen terhadap organisasinya.
Sutemeister
(dalam Srimulyo, 1999:40-41) mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
-
Faktor Kemampuan
a. Pengetahuan
: pendidikan, pengalaman, latihan dan minat
b. Ketrampilan
: kecakapan dan kepribadian
-
Faktor Motivasi
a. Kondisi
sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan
b. Serikat
kerja kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistic
c. Kondisi fisik : lingkungan kerja.
BAB
II
STUDI
KASUS MOTIVASI KARYAWAN PADA PT. SURVEYOR INDONESIA
Kasus yang diangkat dalam makalah ini adalah kasus
peningkatan motivasi pegawai di PT. Surveyor Indonesia khususnya di SBU
Kelautan, Lingkungan dan Kehutanan (SBU KLK). Pada akhir tahun 2008, tercatat
SBU KLK tidak dapat mencapai target yang diberikan oleh Direksi,
yaitu revenue sebesar 20 milyar yang berdampak pada kerugian akibat
tidak tertutupinya operasional sebesar 1 milyar. Manajemen PT. Surveyor
Indonesia melalui Rapat Pimpinan memutuskan untuk memberikan waktu kepada
Kepala SBU satu tahun untuk memperbaiki kinerja SBU KLK. Jika kinerja tidak
kunjung membaik maka SBU KLK akan di tutup dan pegawainya dialihkan. Selain
itu, Direksi memutuskan SBU KLK di audit oleh Divisi Manajemen Resiko untuk
mengetahui akar permasalahan yang terjadi untuk kemudian memberikan solusi dan
rekomendasi terhadap permasalahan yang ada.
Hasil identifikasi permasalahan oleh Divisi
Manajemen Resiko menyebutkan ada beberapa permasalahan utama yang terjadi di
SBU KLK, diantaranya : (1) proses bisnis perusahaan yang tidak berjalan dengan
baik; (2) motivasi dan kesejahteraan pegawai yang kurang; serta (3) kultur
bekerja yang tidak kondusif. Hasil rekomendasi tersebut kemudian disampaikan
pada Direksi dan manajemen SBU. Setelah mengkaji permasalahan tersebut, Direksi
pun memutuskan untuk melakukan perubahan besar dengan mengganti jajaran
manajemen SBU KLK serta melakukan merger dengan SBU lainnya. Nama SBU Kelautan,
Lingkungan dan Kehutanan pun dirubah menjadi SBU Trade Support Services (SBU
TSS). Dengan manajemen yang baru, perluasan pasar, serta sumberdaya yang
berlimpah, SBU TSS diharapkan dapat memberikan kinerja yang lebih baik. Target revenue yang
dibebankan juga meningkat dari 20 milyar pada tahun 2008 menjadi 55 milyar pada
tahun 2009.
Manajemen SBU TSS yang baru segera melakukan
perubahan signifikan berdasarkan hasil audit Divisi Manajemen Resiko. Langkah
pertama yang dilakukan ialah mengubah proses bisnis yang digunakan oleh
manajemen SBU KLK dimana pada saat itu proses bisnis yang terjadi hanya
mengandalkan perorangan sebagai ujung tombak. Fungsional adalah pihak yang
paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan suatu project, mulai dari proses
mendapatkan project, maintain klien hingga proses pelaksanaan project. Keadaan
tersebut membuat pegawai lain kurang maksimal pekerjaannya karena hampir semua
proses bisnis dilakukan oleh Fungsional. Selain itu, ketergantungan terhadap
fungsional sangat tinggi sehingga jika fungsional berhalangan hadir atau tidak
maksimal dalam kinerjanya, maka keseluruhan pekerjaan SBU juga akan terganggu.
Manajemen SBU TSS yang baru kemudian melakukan perubahan dengan cara
menghilangkan fungsional dan membagi tugas fungsional kepada pihak lain. Posisi
fungsional digantikan oleh Account Executive yang bertanggung jawab terhadap
proses pendapatan project, dimana Account Executive akan dibantu oleh Marketing
untuk pekerjaan maintain klien dan Product Development untuk pekerjaan
pengembangan jasa konsultasi.
Perubahan juga dilakukan dengan meningkatkan
kesejahteraan pegawai, khususnya pegawai dengan tingkat kerumitan dan tanggung
jawab yang lebih dari lainnya. Contohnya ialah pemberian insentif per bulan
khusus bagi Account executive dan insentif komunikasi bagi marketing. Pada pertengahan
tahun dan akhir tahun manajemen juga menjanjikan bonus bagi seluruh pegawai
serta reward bagi pegawai yang memberikan kontribusi lebih bagi SBU TSS.
Manajemen SBU TSS juga melakukan perubahan
dalam kultur bekerja dimana pada masa SBU KLK, proses bekerja lebih bersifat Super
Man menjadi Super
Team. Perubahan ini menekankan pada pentingnya koordinasi dan kerjasama
dalam menjalankan suatu pekerjaan. Pihak yang bekerja seharusnya merupakan satu
tim yang solid dan bukan satu orang dengan pihak lain berperan sebagai pembantu
umum. Perubahan kultur ini khususnya ditekankan kepada Fungsional yang pada
masa SBU KLK banyak berperan sebagai Super Man.
Pembenahan yang dilakukan oleh Manajemen SBU
TSS selama kurun waktu 3 bulan berdampak banyak terhadap kinerja SBU secara
keseluruhan. Tercatat, pada bulan ke 8 tahun 2009, target revenue yang
didapatkan sudah terpenuhi. Walaupun proses pelaksanaan pekerjaan masih
berlangsung sehingga keuntungan bersih belum dapat di perkirakan secara detail.
BAB
III
HASIL
ANALISIS
Ada beberapa kejadian pada kasus diatas yang perlu dicermati
secara lebih dalam. Permasalahan utama dalam kasus SBU KLK ialah kurangnya
motivasi pegawai. Dari permasalahan yang disimpulkan oleh Divisi Manajemen
Resiko dapat diketahui bahwa rendahnya motivasi pegawai disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu : (1) kurang terpenuhinya kesejahteraan pegawai; (2) tidak
maksimalnya pemberdayaan seluruh pegawai, dan (3) tidak adanya rangsangan dari
manajemen untuk membuat pegawai menjadi lebih baik.
Kesejahteraan adalah permasalahan klasik di dunia kerja yang
berdampak paling besar terhadap motivasi pegawai. Banyak teori motivasi yang
dikemukakan oleh para ahli menekankan pada permasalahan kesejahteraan. Salah
satu yang paling terkenal adalah Abraham H. Maslow. Pendapat yang dikemukakan
oleh Maslow ialah bahwa manusia mempunyai tujuh hierarki kebutuhan. Hierarki
pertama (1) ialah kebutuhan terhadap fisological (physiological needs),
seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan terhadap rasa aman
(safety needs), tidak hanya dalam arti fisik tapi juga mental,
psikologi, dan intelektual; (3) kebutuhan social (social needs), yaitu
kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok dan menjalin hubungan dengan orang
lain; (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs) yang dapat dilihat
dari kebutuhan terhadap symbol-simbol status seperti seseorang harus
berprestasi, menjadi kompeten, serta mendapatkan pengakuan sebagai orang yang
kompeten dan berprestasi untuk dapat dihargai; (5) kebutuhan intelektual (intellectual
needs), yaitu kebutuhan sesorang ketika telah mencapai tingkat intelektual
tertentu, yang biasanya berupa kebutuhan terhadap pemahaman dan pengetahuan;
(6) kebutuhan estetis (aesthethic needs), yaitu setelah mencapai tingkat
intelektual tertentu maka individu akan memikirkan tentang kerapihan, keindahan
serta keseimbangan; (7) aktualisasi diri (self actualization), pada
tingkatan ini, individu membutuhkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang
terdapat dalam dirinya.
Kesejahteraan pada teori Maslow mengacu salah satunya pada physiological
needs dan safety
needs. Kedua hal tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan
kesehjahteraan yang terjamin. Dengan kesejahateraan, dalam hal ini berkaitan
dengan remunerasi, pegawai dapat dengan tenang melakukan pekerjaannya karena
kebutuhan terhadap kedua hal tersebut sudah terpenuhi sehingga focus utama
pegawai ialah memberikan kinerja yang lebih baik bagi perusahaan. Keadaan ini
pada akhirnya akan memberikan feedback bagi perusahaan berupa keuntungan dan
kinerja pegawai yang lebih baik.
Permasalahan motivasi lainnya juga dapat diterangkan oleh beberapa
teori Motivasi lainnya yang merupakan turunan dari teori Maslom, yaitu Teori
Ekspektasi (Expectacy Theory) oleh Victor Vroom. Motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang
bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya
itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan
berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh
sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk
memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal
yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Tidak adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan
merata pada masa SBU KLK menjadikan hanya Fungsional yang merasa dibutuhkan dan
harus bekerja keras melebihi pegawai lain. Dalam keadaan tertentu, hal tersebut
dapat menjadikan kecemburuan social serta rendahnya tanggung jawab dan
kepemilikan terhadap perusahaan. Pegawai lain yang tidak merasa terlalu
dibutuhkan akan menurun motivasinya untuk memberikan kinerja yang lebih baik.
Di sisi lain, Fungsional yang merasa keberadaannya merupakan pusat dari
kegiatan bisnis perusahaan akan mengalami tekanan yang terlalu berlebih
terhadap kesuksesan perusahaan yang pada akhirnya jika tidak ditangani dengan
baik akan menjadi kontra produktif.
Sebagai solusi permasalah ini, manajemen SBU TSS melakukan
pembagian dan standardisasi tugas. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan
pegawai kejelasan mengenai tanggung jawab dan peranannya dalam proses bisnis.
Pembagian tugas juga akan menjadikan masing-masing pegawai lebih termotivasi
untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan lebih baik. Kebijkan
reward and punishment juga diterapkan untuk memberikan asas keadilan dan
merangsang kinerja pegawai.
Dengan pembagian tugas yang dilakukan oleh manajemen SBU TSS,
seluruh pegawai mendapatkan porsi yang sesuai walaupun tetap ada beberapa pihak
yang memiliki tanggung jawab yang lebih dibandingkan pihak lain. Sebagai
kompensasi terhadap tanggung jawab tersebut, pegawai akan mendapatkan insentif
dan fasilitas khusus. Kebijakan ini sesuai dengan salah satu frasa terkenal, “great
power comes with great responsibilities”
How to win a roulette table bet in the USA
ReplyDeleteLearn how to win a roulette 속초 출장샵 table bet in the USA, 여주 출장샵 from beginner 여수 출장마사지 tips and strategy to 충청남도 출장샵 winning 서울특별 출장마사지 with our expert guide. We offer the