BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Disiplin
ilmu budaya sebenarnya berasal dari disiplin ilmu antropologi. Sekitar tahun
1979 kata budaya seringkali dikaitkan dengan organisasi. Andrew Pettigrew
(dalam Sopiah, 2008) dalam tulisannya di Journal Science Quarterly yang memuat
istilah organizational corporate culture mendapat perhatian yang cukup luas
baik dari kalangan akademisi, praktisi bisnis maupun organization theoritist.
Memahami
konsep budaya organisasi bukanlah sesuatu hal yang mudah. Belum adanya
kesepakatan atas konsep budaya organisasi ini menyebabkan munculnya pemahaman
yang bervariasi dan kontroversi. Bidang study budaya organisasi inipun dapat
dikatakan masih berusia muda.
Linda
Smircich (1983) dalam Sopiah (2008) mengatakan bahwa ada 2 kubu berkaitan
dengan budaya organisasi. Kubu pertama berpandangan bahwa, ”Organization is a
culture.” dan kubu yang kedua berpandangan bahwa ”Organization has culture.”
Kubu pertama menganggap bahwa budaya organisasi adalah hasil budaya. Oleh
karenanya aliran ini menekankan pada pentingnya penjelasan deskriptif atas
sebuah organisasi. Sebaliknya, aliran yang kedua justru memberikan penekanan
pada faktor penyebab terjadinya budaya dalam organisasi dan implikasinya
terhadap organisasi tersebut, misalnya dengan melakukan pendekatan manajerial.
Dari
sudut pandang karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan segala
sesuatu yang penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Wheelen & Hunger (tanpa tahun) dalam Nimran (1997).
Sejumlah peran penting yang dimainkan oleh budaya perusahaan adalah; (a)
Membantu pengembangan rasa memiliki jati diri bagi karyawan, (b) Dipakai untuk
mengembangkan keterkaitan pribadi dengan organisasi, (c) Membantu stabilitas
organisasi sebagai suatu sistem sosial, (d) Menyajikan prilaku sebagai hasil
dari norma perilaku yang dibentuk.
Berbagai
praktik di atas dapat memperkuat budaya organisasi dan memastikan karyawan yang
bekerja sesuai dengan organisasi, memberi imbalan sesuai dukungan yang
diberikan. Sosialisasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan kerja, komitmen
organisasi, rasa percaya diri pada pekerjaan, mengurangi tekanan serta
kemungkinan keluar dari pekerjaan (Peters, 1997, dalam Nurfarhati, 1999).
Beberapa hal yang dapat dilakukan organisasi untuk mempertahankan budaya
organisasi adalah menyusun asumsi dasar, menyatakan dan memperkuat nilai yang
diinginkan dan menyosialisasikannya melalui contoh (Hellregel, 1996, dalam
Nurfarhati, 1999).
Secara
konseptual, sesungguhnya bangsa Indonesia ini sudah memiliki budaya kerja dalam
pengertian sebagai pola bagi tindakan. Dalam relasinya dengan dunia kerja
masyarakat sudah memiliki dasar-dasar untuk bekerja keras. Teks kerja keras
tersebut dapat dilihat di dalam kaitannya dengan ajaran tentang pentingnya
menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawai dan ukhrowi. Seseorang tidak
saja harus sepenuhnya mencari kebahagiaan di akhirat tetapi juga harus mencari
kebahagiaan di dalam kehidupan duniawi. Nabi Muhammad saw juga menyatakan:
”bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan
berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”. Hadits ini
mengandung makna bahwa Islam mengajarkan keseimbangan agar seseorang tidak
hanya memilih salah satu sebagai jalan hidupnya tetapi juga menjaga
keseimbangan di dalamnya. Kepentingan dunia didahulukan bukan dinomorsatukan
karena kita memang hidup di dunia dan kepentingan akhirat juga didahulukan
bukan dinomor duakan karena semua akan kembali ke sana.
1.2
Rumusan Masalah
Mengetahui
apa itu budaya organisasi dan budaya kerja beserta studi kasusnya. Mahasiswa
dituntut mengerti apa yang diperlukan dalam menciptakan budaya organisasi dan
budata kerja baik itu sumber daya manusia/sumber daya perusahaan.
1.3
Tujuan
Memberikan
informasi kepada kita mulai dari pengertian budaya dan kebudayaan, pengertian
budaya organisasi, pengertian budaya kerja, manfaat budaya organisasi dan
budaya kerja dan juga pengaruhnya terhadap perusahaan.
1.4
Manfaat
•
Mahasiswa dapat menggunakan penjelasan ini untuk di implementasikan/bekerja
pada perusahaan.
•
Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang diperlukan dalam menciptakan budaya
organisasi dan budaya kerja.
•
Mengetahui manfaat dan karakteristik dalam budaya organisasi dan budaya kerja.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Budaya Dan Kebudayaan
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa
Indonesia.Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang
memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto
Poespowardojo 1993).
Menurut
The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu
keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni,
agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia.
Menurut
Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri
manusia dengan cara belajar.
Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
2.2
Pengertian Budaya Organisasi
Setiap
organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya
organisasi. Menurut Robbins (1999) budaya organisasi adalah sistem nilai
bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga
didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang mempedomani sumber daya manusia
dalam menghadapi permasalahan eksternal dan usaha memahami nilai-nilai yang ada
serta mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Susanto,
1997).
Semua
sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya organisasinya,
karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan
yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun
kegiatan impleentasi perencanaan, dimana setiap kegiatan tersebut harus
berdasar pada budaya organisasi.
2.3
Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Budaya Organisasi
Hasil
penelitian yang dilakukan O’Reilly, Chatman dan Cadwel (1991) dan Sheridan
(1992) menunjukan arti pentingnya nilai budaya organisasi dalam mempengaruhi
prilaku dan sikap individu. Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi bahwa
terdapat hubungan antara person-organization fit dengan tingkat kepuasaan
kerja, komitmen dan turnover karyawan, dimana individu yang sesuai dengan
budaya organisasi memiliki kecendrungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan
komitmen tinggi pada organisasi, dan juga memiliki intensitas tinggi untuk
tetaptinggal dan bekerja di organisasi, sebaliknya individu yang tidak sesuai
dengan budaya organisasi cenderung untuk mempunyai kepuasaan kerja dan komitmen
yang rendah, akibatnya kecendrungan untuk meninggalkan organisai tentu saja
lebih tinggi. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa nilai budaya secara
signifikan mempengaruhi efektifitas organisasi melalui peningkatan kualitas
output dan mengurangi biaya pengadaantenaga kerja.
Dengan
memahamidan menyadari arti penting budaya organisasi bagi setiap individu, akan
mendorong para manajer/ pimpinan menciptakan kultur yang menekankan pada
interpersonal relationship (yang lebih menarik lagi) di banding dengan kultur
yang menekankan pada work task. Menurut Robbins ( 1993 ) ada sepuluh karateristik
kunci yang merupakan inti budaya organisasi,yakni:
1.
Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan,
dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi
masing-masing.
2.
Group emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan
dari pada kerja individual
3.
People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang di ambil digunakan
untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi.
4.
Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi
dikondisikan untuk beroperasi secara terkondisi.
5.
control, yaitu banyaknya/jumlah peraturan dan pengawasan langsung digunakan
untuk mengawasi dan mengendalikan prilaku karyawan.
6.
Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk menjadilebih
agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.
7.
Reward criteria, yaitu berapa besar imbalan di alokasikan sesuai dengan kinerja
karyawan di bandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau
factor-faktor non kinerja lainya.
8.
Conflict tolerance,yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan untuk
bersikap terbuka terhadap konfik dan kritik.
9.
Means-endsorientation, yaitu intensitas manajeman dalam menekankan pada
penyabab atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang di gunakan untuk
mengembangkan hasil.
10.
Open-system focus, yaitu besarnya pengawasan organisasidan respon yang di
berikan untuk mengubah lingkungan eksternal.
2.4
Manfaat Budaya Organisasi
Kesinambungan
organisasi sangat tergantung pada budaya yang dimiliki. Sutanto ( 1997 )
mengemukan bahwa budaya organisasi perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai daya
pun dapat berfungsisebagai rantai pengikat dalam proses menyamakan persepsi
angota / karyawan terhadap suatu permasalahan, sehingga akan menjadi suatu
kekuatan dalampencapaian tujuan organisasi
Beberapa
manfaat budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robbins (1993), yaitu:
1.
membatasi peran yang membadakan antara organisasi yang satu dengan organisasi
yang lain karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda
2.
menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota
3.
mementingkan tujuan bersama dari pada mengutamakan kepentingan individu
4.
menjaga stabilitas organisasi.
2.5
Dimensi-dimensi Budaya Organisasi
Terdapat
banyak dimensi yang membedakan budaya. Dimensi ni mempengaruhi perilaku yang
mengakibatkan kekeliruan pemahaman, ketidak sepakatan atau bahkan konflik
(Erly, 1993, dalam Gibson, 1996). Gibson (1996) menyebutkan 7 dimensi budaya,
yaitu hubungan manusia dengan alam, individualisme versus kolektivisme,
orientasi waktu, orientasi aktivitas, informalitas, bahasa dan kepercayaan.
Sedangkan
dimensi-dimensi yang digunakan untuk membedakan budaya organisasi, menurut
Robbins (1996) ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama
menangkap hakikat budaya organisasi, yaitu: (1) Inovasi dan pengambilan resiko.
Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan berani mengambil resiko.
(2) Perhatian ke hal yang rinci. Sejauh mana para karyawan diharapkan mau
memperlihatkan kecermatan, anaisis dan perhatian kepada rincian. (3) Orientasi
hasil. Sejauh mana manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses
yang digunakan untuk mendapatkan hasil itu. (4) Orientasi orang. Sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil dari orang-orang di dalam
organisasi itu. (5) Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan
dalam tim-tim kerja, bukannya individu-individu. (6) Keagresifan. Sejauh mana
orang-orang itu agresif dan kompetitif, bukan bersantai. (7) Kemantapan. Sejauh
mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankanya status quo sebagai lawan
dari pertumbuhan atau inovasi.
Luthans
(1998) menyebutkan sejumlah karakteristik yang penting dari budaya
organisasi,
yang meliputi:
1.
Aturan-aturan perilaku
Yaitu
bahasa, terminologi dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota organisasi.
2.
Norma
Adalah
standar perilaku yang meliputi petunjuk bagaimana melakukan sesuatu. Lebih jauh
di masyarakat kita kenal adanya norma agama, norma sosial, norma susila, norma
adat, dll.
3.
Nilai-nilai dominan
Adalah
nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh para anggota,
misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, tingginya
produktivitas dan efisiensi, serta tingginya disiplin kerja.
4.
Filosof
Adalah
kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para keryawan
dan pelanggannya, seperti ”Kepuasan Anda adalah harapan Kami”, ”Konsumen adalah
Raja”,dll.
5.
Peraturan-peraturan
Adalah
aturan yang tegas dari organisasi. Pegawai baru harus mempelajari peraturan ini
agar keberadaannya dapat diterima di dalam organisasi.
6.
Iklim Organisasi
Adalah
keseluruhan ”perasaan” yang meliputi hal-hal fisik, bagaimana para anggota
berinteraksi dan bagaimana para anggota organisasi mengendalikan diri dalam
berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi.
2.6
Karakteristik Budaya Organisasi
Ada
beberapa karakteristik budaya organisasi yang perlu mendapatkan perhatian dari
perusahaan, antara lain:
1.
Kepemimpinan. Pengertian kepemimpinan yaitu sebagai proses mempengaruhi segala
aktivitas ke arah pencapaian suatu tujuan organisasi. Kepemimpinan seorang
pemimpin diharapkan dapat menjadikan perubahan ke arah yang lebih baik yaitu
perubahan pada budaya kerja sebuah organisasional. Perubahan budaya kerja yang
slow down diharapkan dapat diubah dengan budaya produktif karena pengaruh
kepemimpinan atasan yang lebih mengutamakan pada otonomi atau kemandirian para
anggota. Diharapkan pula adanya otonomi tersebut dapat menjadikan para
anggotanya menjadi lebih inovatif dan kreatif, dalam pengambilan keputusan dan
kerja sama. Kepemimpinan memegang peranan penting dalam budaya organisasi,
terutama pada organisasi yang budaya organisasinya lemah.
2.
Inovasi.Dalam mengerjakan tugas-tugas, organisasi lebih berorientasi pada pola
pendekatan ”pakai tradisi yang ada” dan memakai metode-metode yang teruji atau
pemberian keleluasaan kepada anggotanya untuk menerapakan cara-cara baru
melalui eksperimen.
3.
Inisiatif individu. Inisiatif individu meliputi tanggung jawab, kebebasan, dan
independensi dari masing-masing anggota organisasi, yaitu kewenangan dalam
menjalankan tugas dan seberapa besar kebebasan dalam mengambil keputusan.
4.
Toleransi terhadap resiko. Dalam budaya organisasi manusia didorong untuk lebih
agresif, inovatif, dan mampu dalam menghadapi resiko di dalam pekerjaannya.
5.
Pengarahan yaitu kejelasan organisasi dalam menentukan sasaran dan harapan
terhadap sumber daya manusia atas hasil kerjanya. Harapan dapat dituangkan
dalam bentuk kuantitas, kualitas, dan waktu penyelesaian.
6.
Integrasi. Integrasi di sini adalah bagaimana unit-unit di dalam organisasi
didorong untuk menjalankan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik, yaitu
seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama di tekankan dan seberapa dalam rasa
saling ketergantungan antar sumber daya manusia ditanamkan.
7.
Dukungan manajemen. Seberapa baik manajer memberikan komunikasi yang jelas,
bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugas.
8.
Pengawasan. Meliputi peraturan-peraturan dan supervise langsung yang digunakan
oleh manajeman untuk melihat secara keseluruhan perilaku anggota organisasi.
9.
Identitas. Identitas adalah pemahaman anggota organisasi yang memihak kepada
organisasinya secara penuh. Misalnya, seseorang anggota organisasi yang
dibangunkan dari tidurnya dan ditanya siapa dirinya? Maka jika dia menjawab
“saya adalah anggota organisasi X,” berarti dia telah menjadikan organisasi
tersebut sebagai bagian dari identitas dirinya.
10.
Sistem penghargaan. Sistem penghargaan berbicara tentang alokasi
“reward”(biasanya dikaitkan dengan kenaikan gaji dan promosi) sesuai kinerja
karyawan.
11.
Toleransi terhadap konflik. Adanya usaha mendorong karyawan untuk kritis
terhadap konflik yang terjadi. Jika toleransinya tinggi, maka perdebatan dalam
pertemuan adalah wajar. Tetapi jika perusahaan toleransi konfliknya rendah,
maka karyawan akan menghindari perdebatan dan akan menggerutu di belakang.
12.
Pola komunikasi. Maksud dari pola komunikasi di sini adalah komunkasi yang
terbatas pada hirarki formal dari setiap organisasi.
Kedua
belas karakteristik di atas dapat menjadi ukuran bagi setiap perusahaan untuk
mencapai sasarannya dan menjadi ukuran bagi karyawan dalam manilai perusahaan
tempat mereka bekerja. Misalnya, dukungan manajeman merupakan ukuran penilaian
terhadap perilaku kepemimpinan dari setiap manajer.
2.7
Pengertian Budaya Kerja
Budaya
Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu
kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat,
pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering
Supriyadi, MM dan Drs. Tri Guno, LLM )
Secara
konseptual, budaya kerja secara tekstual tersebut dapat digambarkan, yaitu:
1.
Integritas dan profesionalisme, yaitu konsisten dalam kata dan perbuatan serta
ahli dalam bidangnya. Orang yang memiliki integritas kepribadian, maka dia akan
melakukan sesuatu yang sesuai antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan.
Kepribadian
ini muncul dari keyakinan bahwa bekerja tidak semata untuk meraih prestasi
keduniawaian tetapi juga memiliki makna keukhrawian atau ibadah. Bekerja yang
didasari oleh semangat ibadah akan menyebabkan orang bekerja tanpa pamrih untuk
kepentingan individu tetapi untuk kepentingan kebersamaan. Selain itu juga
memiliki kemampuan yang seimbang. Dia akan bekerja dengan pengetahuan, sikap
dan keahliannya.
2.
Kepemimpinan dan keteladanan, yaitu mampu mendayagunakan kemampuan potensi
bawahan secara optimal. Jika ketepatan diberi kekuatan untuk menjadi pemimpin
maka tidak akan memanfaatkannya untuk bekerja secara otoriter tetapi secara
partisipatif.
Seseorang
akan secara maksimal mendayagunakan bawahannya sebagai partner untuk mencapai
visi dan misi institusi. Selain itu juga berlaku sebagai teladan. Menjadi
teladan dalam kerja keras, tanggungjawab, dan kedisiplinan dan sebagainya.
Sebagaimana para Nabi yang dicontohkan di dalam teks suci bahwa ”pada diri Nabi
adalah contoh dan tauladan yang baik”. Para pemimpin sesungguhnya adalah
pewaris para teladan sejati dalam kehidupan ini.
3.
Kebersamaan dan dinamika kelompok, yaitu mendorong agar cara kerjanya tidak
bersifast individual dan pusat kekuasaan tidak pada satu tangan. Sesuatu yang
sangat sulit di dalam relasi kerja adalah membangun kerja sama dalam kerja
kelompok.
Meskipun
manusia itu tahu bahwa tidak mungkin urusan diselesaikan secara individual,
namun demikian ketika harus bekerja sama terkadang mengalami kesulitan.
Bayangkan saja tidak ada manusia yang bisa memenuhi kebutuhannya secara sendiri
kecuali dalam relasinya dengan manusia lainnya. Ada ungkapan yang bagus yaitu
TEAM, Together Everyone Achieve More. Justru melalui kebersamaan seseorang akan
mendapatkan lebih banyak.
4.
Ketepatan dan kecepatan, yaitu adanya kepastian waktu, kuantitas, kualitas dan
finasial yang dibutuhkan. Prinsip yang harus dijadikan sebagai pedoman adalah
semakin cepat semakin baik. Prinsip pelayanan yang harus dikembangkan dalam
suatu institusi adalah pelayanan prima yang berbasis kecepatan dan ketepatan.
Bukan prinsip gremet-gremet angger slamet atau lambat-lambat tetapi selamat,
tetapi cepet-cepet angger selamet. Makanya yang diperlukan adalah kecepatan dan
ketepatan.
Kerja
yang cepat dan tepat merupakan kerja yang menggunakan keturukuran yang jelas.
Jika pekerjaan bisa diselesaikan sehari maka akan diselesaikannya tepat waktu.
Jika pekerjaan itu menghabiskan anggaran tertentu, maka akan dilaksanakan
sesuai dengan ukuran anggaran yang tepat. Jika bisa seperti itu maka tidak akan
terjadi kasus mark up dan sebagainya, juga bukan kerja yang menjadikan sesuatu
yang mudah menjadi sulit dan sebagainya.
5.
Rasionalitas dan kecerdasan emosi, yaitu keseimbangan antara kecerdasan intelektual
dan emosional. Ternyata di dalam kehidupan ini yang dibutuhkan bukan sekedar
orang yang cerdas secara intelektual saja. Kenyataannya banyak orang yang
cerdas intelektual tetapi justru tidak berhasil dalam kehidupannya. Kehidupan
ini bukan hanya membutuhkan logika akan tetapi juga kecerdasan emosi yang
didasari oleh pemahaman tentang perasaan dan kemanusiaan.
Melalui
kecerdasan logika manusia akan menyatakan ya atau tidak. Akan tetapi untuk
menyatakan ya atau tidak tentu dibutuhkan pertimbangan kemanusiaan. Melalui
keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional maka akan memunculkan
keteguhan dan ketegasan. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah kecerdasan
spiritual yang berbasis pada keyakinan dan moralitas kebaikan. Dengan
menggabungkan ketiganya dalam kerja maka seseorang akan bisa meraih kebahagiaan
yang memadai.
2.8
Tujuan Atau Manfaat Budaya Kerja
Budaya
kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar
dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di
masa yang akan datang.
Manfaat
dari penerapan Budaya Kerja yang baik :
1.
meningkatkan jiwa gotong royong
2.
meningkatkan kebersamaan
3.
saling terbuka satu sama lain
4.
meningkatkan jiwa kekeluargaan
5.
meningkatkan rasa kekeluargaan
6.
membangun komunikasi yang lebih baik
7.
meningkatkan produktivitas kerja
8.
tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.
2.9
Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Pengaruh
budaya organisasi terhadap kinerja sudah banyak dilakukan di masa lalu, baik
yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri, baik pada organisasi
bisnis maupun pada organisasi publik. Peneliti Kotter dan Heskett (1997) yang
berjudul Corporate Culture and Performance menyimpulkan bahwa (1) Budaya
perusahaan mempunyai pengaruh yang sangat dominant terhadap sukses tidaknya
perusahaan membangun kinerja karyawan. (2) Budaya organisasi mempunyai dampak
positif terhadap kinerja ekonomi perusahaan. (3) Budaya organisasi dapat
diciptakan dan dibentuk untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Studi
di Indonesia yang dilakukan oleh NurFarhati (1999) menyimpulkan bahwa: (1)
Budaya organisasi mempunyai pengaruh yang erat dengan kinerja karyawan. (2)
Budaya organisasi, yang terdiri dari inovasi dan kepedulian, perilaku pemimpin
dan orientasi tim, berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
2.10
Pengaruh Budaya Organisas Terhadap Kepuasan dan Dampaknya
Terhadap
Kinerja.
Budaya
memiliki arti penting dalam organisasi. Proposisi yang diajukan oleh Chuang,
Church dan Zikic (2004), yakni kesesuaian budaya organisasi akan dapat
mengurangi terjadinya konfllik, baik yang terkait dengan pekerjaan maupun yang
terkait dengan hubungan antarindividu. Temuan Tepeci (2001) mengungkapkan bahwa
budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja, tingkat keinginan
untuk tetap bertahan pada organisasi dan kemauan untuk memberikan rekomendasi
kepada pihak lain
Selanjutnya
Rao (1996) menambahkan bahwa ada beberapa hal yang mampu membuat karyawan mau
lebih beprestasi dalam bekerja, yaitu: (1) Karyawan akan bekerja keras apabila
merasa dibutuhkan oleh organisasi. (2) Karyawan akan bekerja lebih baik apabila
mereka mengerti dengan jelas apa yang diharapkan dari mereka dan apabila sekali
mereka berwenang mengubah harapan-harapan itu. (3) Karyawan akan bekerja lebih apabila
mereka untuk dihargai dan diberi ganjaran. (4) Karyawan akan bekerja lenih baik
apabila mereka mengetahui mempergunakan kemampuan mereka, dan (5) Karyawan akan
bekerja lebih baik apabila mereka dipercaya karena dipengaruhi budaya
organisasi yang baik dan berdampak terhadap kepuasan kerja itu sendiri yang
pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja mereka.
Dari
uraian di atas dan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu dapat
disimpulkan bahwa secara teoritis dan empiris budaza organisasi mempengaruhi
kerja dan berdampak terhadap kinerja karyawan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Oganisasi
tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya organisasi.
Menurut Robbins (1999) budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam
suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan
kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga didefinisikan
sebagai suatu nilai-nilai yang memedomani sumber daya manusia dalam menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti
bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Susanto, 1997).
Semua
sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya organisasinya,
karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan
yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun
kegiatan impleentasi perencanaan, dimana setiap kegiatan tersebut harus
berdasar pada budaya organisasi.
Pengaruh
budaya organisasi terhadap kinerja sudah banyak dilakukan di masa lalu, baik
yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri, baik pada organisasi
bisnis maupun pada organisasi publik. Peneliti Kotter dan Heskett (1997) yang
berjudul Corporate Culture and Performance menyimpulkan bahwa (1) Budaya perusahaan
mempunyai pengaruh yang sangat dominant terhadap sukses tidaknya perusahaan
membangun kinerja karyawan. (2) Budaya organisasi mempunyai dampak positif
terhadap kinerja ekonomi perusahaan. (3) Budaya organisasi dapat diciptakan dan
dibentuk untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Studi
Kasus
PENERAPAN
“BUDAYA ORGANISASI DAN BUDAYA KERJA”
BALITBANG
DEPHAN
GUNA
MEWUJUDKAN KINERJA YANG OPTIMAL
Tanggal
Terbit: Desember 2009
Tanggal
Pengambilan: 23 Desember 2009
Pendahuluan
Keberhasilan
suatu organisasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sangat tergantung
kepada Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini personil yang mengawakinya.
Balitbang Dephan melalui Keputusan Menteri Pertahanan RI Nomor :
Kep/19/M/XII/2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertahanan memiliki tugas pokok dan fungsi menyelenggarakan penelitian,
pengkajian dan pengembangan bidang Strategi dan Sistem Pertahanan, Peningkatan
Sumber Daya Manusia, Penerapan Iptek Pertahanan dan Pemberdayaan Industri
Nasional dalam rangka Pertahanan Negara.
Sebagai
institusi ilmiah, Balitbang Dephan memiliki tanggung jawab dalam memanfaatkan,
menguasai dan mengembangkan iptek pertahanan. Dalam mendukung pertahanan
negara, tugas dan tanggung jawab Balitbang Dephan semakin strategis dengan
telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
pada pasal 23 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Dalam rangka meningkatkan kemampuan
pertahanan negara, pemerintah melakukan penelitian dan pengembangan industri
dan teknologi di bidang pertahanan” selanjutnya pada ayat (2) dijelaskan bahwa
“ Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri mendorong
dan memajukan pertumbuhan industri pertahanan”. Ini berarti bahwa kegiatan
penelitian dan pengembangan (Litbang) memiliki arti yang sangat penting dan
strategis dalam rangka pengembangan iptek pertahanan karena pengembangan iptek
pertahanan memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat kemampuan
penyelenggaraan pertahanan negara. Hal lain yang memperkuat pentingnya peranan
Balitbang Dephan dalam mewujud-kan pertahanan negara, salah satu program
kabinet Indonesia Bersatu adalah “mewujudkan kemandirian di bidang industri
pertahanan”.
Sejalan
dengan uraian tersebut maka guna mewujudkan keberhasilan tugas pokok dan fungsi
Balitbang Dephan diperlukan dukungan SDM (Pesonel) yang profesional di bidang
masing-masing guna mewujudkan kinerja yang optimal.
Landasan
Teori Budaya Organisasi
Seperti
halnya pengertian motivasi dan kepemimpinan, pengertian budaya organisasi banyak
diungkapkan oleh para ilmuwan yang merupakan ahli dalam ilmu budaya organisasi,
namun masih sedikit kesepahaman tentang arti konsep budaya organisasi atau
bagaimana budayaorganisasi harus diobservasi dan diukur (Brahmasari, 2004).
Lebih lanjut Brahmasari (2004:16) mengemukakan bahwa hal tersebut dikarenakan
oleh kurangnya kesepahaman tentang formulasi teori tentang budaya organisasi,
gambarannya, dan kemungkinan hubungannya dengan dampak kinerja.
Ndraha
(2003:4) dalam Brahmasari (2004:12) mengemukakan bahwa budaya perusahaan
(corporate culture) merupakan aplikasi dari budaya organisasi (organizational
culture) terhadap badan usaha atau perusahaan. Kedua istilah ini sering
dipergunakan untuk maksud yang sama secara bergantian. Marcoulides dan Heck
(1993) dalam Brahmasari (2004:16) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai
suatu konsep dapat menjadi suatu sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan
organisasi, strategi dan organisasi tugas, serta dampak yang dihasilkan. Tanpa
ukuran yang valid dan reliabel dari aspek kritis budaya organisasi, maka
pernyataan tentang dampak budaya pada kinerja akan terus Brahmasari: Pengaruh
Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi berdasarkan pada spekulasi,
observasi personal dan studi kasus
Glaser
et al. (1987) dalam Koesmono (2005:9) mengemukakan bahwa budaya organisasional
seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari
kepercayaan, simbol-simbol, ritualritual, dan mitor-mitos yang berkembang dari
waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi.
Hofstede (1986:21) dalam Koesmono (2005:9) mengemukakan bahwa budaya dapat
didefinisikan sebagai berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang
mempengaruhi kelompokkelompok orang dalam lingkungannya. Tika (2006:16) mengemukakan
bahwa dalam pembentukan budaya organisasi ada ua hal penting yang harus
diperhatikan yaitu unsur-unsur pembentuk budaya organisasi dan proses
pembentukan budaya organisasi itu sendiri.
Sementara
itu Robbins (1996) dalam Tika (2006:20-21) menjelaskan mengenai 3 (tiga)
kekuatan untuk mempertahankan suatu budaya organisasi sebagai berikut: (1)
Praktik seleksi, proses seleksi bertujuan mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan untuk melakukan
pekerjaan dengan sukses dalam organisasi. (2) Manajemen puncak, tindakan
manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya organisasi.
Ucapan
dan perilaku mereka dalam melaksanakan norma-norma sangat berpengaruh terhadap
anggota organisasi. (3) Sosialisasi, sosialisasi dimaksudkan agar para karyawan
baru dapat menyesuaikan diri dengan budaya organisasi. Proses sosialisasi ini
meliputi tiga tahap yaitu tahap kedatangan, tahap pertemuan, dan tahap
metromofis.
Selanjutnya
Tika (2006:21) memberikan kesimpulan tentang proses pembentukan budaya
organisasi melalui 4 (empat) tahapan, yaitu tahap pertama terjadinya interaksi
antar pimpinan atau pendiri organisasi dengan kelompok/perorangan dalam
organisasi. Pada tahap kedua adalah dari interaksi menimbulkan ide yang
ditransformasikan menjadi artifak, nilai, dan asumsi. Tahap ketiga adalah bahwa
artifak, nilai, dan asumsi akan diimplementasikan sehingga membentuk budaya
organisasi. Tahap terakhir adalah bahwa dalam rangka mempertahankan budaya
organisasi dilakukan pembelajaran (learning) kepada anggota baru dalam
organisasi.Hofstide (1997) dalam Munandar, Sjabadhyni, dan Wutun (2004:20)
mengemukakan bahwa budaya organisasi mempunyai 5 (lima) ciri-ciri pokok yaitu:
(1)
Budaya organisasi merupakan satu kesatuan yang integral dan saling terkait,
(2)
Budaya organisasi merupakan refleksi sejarah dari organisasi yang bersangkutan,
(3)
Budaya organisasi berkaitan dengan hal-hal yang dipelajari oleh para
antropolog,
seperti
ritual, simbol, ceritera, dan ketokohan,
(4)
Budaza organisasi dibangun secara sosial, dalam pengertian bahwa budaya
organisasi
lahir
dari konsensus bersama dari sekelompok orang yang mendirikan organisasi
tersebut,
(5)
Budaya organisasi sulit diubah.
Budaya
organisasi dan Budaya Kerja Balitbang Dephan.
Dengan
bergulirnya reorganisasi Departemen Pertahanan, salah satu institusi Litbang
Dephan pun mengalami perubahan nama yang semula BPPIT (Badan Pengkajian dan
Penerapan Industri dan Teknologi) berubah menjadi Balitbang (Badan Penelitian
dan Pengembangan) sesuai dengan Kep Menhan Nomor: Kepmen/19/XII/2000 tanggal 29
Desember 2000 bersamaan dengan perubahan nama tersebut, telah terjadi
pergantian pimpinan yang dijabat oleh Bapak DR. H. Soefjan Tsauri, M.Sc (Mantan
Ketua LIPI) yang telah membawa nuansa baru dengan dicanangkannya “Budaya Kerja
Balitbang Dephan” yang dirumuskan dengan tiga kata yaitu “Kebersamaam,
Keterbukaan dan Profesionalisme” dan diikuti oleh motto “menjadikan Balitbang
Dephan suatu institusi “Elite yang senantiasa berkembang dan dapat dibanggakan”
Suatu rumusan kalimat yang singkat namun mengandung makna padat dengan harapan
dapat memberikan motivasi dan semangat seluruh anggota Balitbang Dephan dalam
mewujud-kan kinerja yang optimal sehingga tujuan organisasi tercapai secara
efektif dan efisien.
Hakekat
Budaya Kerja “Kebersamaan, Keterbukaan dan Profesionalisme”.
Budaya
kerja Balitbang Dephan telah disosialisasikan kepada seluruh anggota Balitbang
Dephan. Satu hal yang menjadi pertanyaan di sini adalah: Sudahkah Budaya Kerja
tersebut diterapkan dalam pelaksanan tugas sehari-hari oleh seluruh anggota
Balitbang Dephan, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, perlu memahami makna dan hakekat dari Budaya
Kerja “Kebersamaan, Keterbukaan dan Profesionalisme” tersebut.
Hakekat
Budaya Organisasi dan Budaya Kerja Organisasi.
Dijelaskan
oleh Drs. Gering Supriyadi, MM dalam “Budaya Kerja Organisasi Pemerintahan”,
budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai
nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong yang tercermin
dari sikap, perilaku, kepercayaan dan cita-cita kemudian diwujudkan dalam
kerja. Menurut Prof. DR. Wan Usman, M.A, dalam Modul Manajemen Strategik KSKN,
Pasca sarjana UI, disebutkan bahwa “Budaya Organisasi adalah suatu himpunan
asumsi penting dari suatu kebiasaan yang dinyatakan baik tertulis maupun tidak
tertulis, yang dianut oleh para anggotanya dan dijadikan acuan dalam mencapai
tujuan organisasi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa budaya organisasi mirip dengan
kepribadian individu yang ditampakkan dengan cara seseorang bertindak,
bagaimana cara-cara organisasi berkomunikasi, baik di dalam maupun di luar
organissasi. Dalam mengimplemen-tasikan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan
dan strategi suatu organisasi budaya organisasi ikut berperan. Memahami makna
tersebut maka Balitbang Dephan yang telah memiliki budaya kerja organisasi,
hendaknya dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi setiap anggota dalam
mewujudkan visi, misi, tujuan, sasaran kebijakan dan strategi yang telah
dirumuskan dalam perencanaan strategik Balitbang Dephan agar dapat terwujud
secara efektif dan efisien.
Hakekat
Kebersamaan
Secara
Harfiah kebersamaan berasal dari kata dasar “sama” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, berarti “tidak berbeda, tidak berlainan” atau “keadaan sepadan,
sebanding, seimbangan dan setara”. Selanjutnya kebersamaan berarti menjadikan
dirinya sama, sepadan, sebanding dan tidak berlainan dengan orang lain sehingga
mencapai keserasian dan keselarasan (keharmoni-san). Konsep kebersamaan dapat
diterapkan pada seluruh aspek kehidupan, meliputi ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Dalam bidang organisasi istilah
kebersamaan lebih tepat dan diidentikkan dengan kata “bekerja sama”. Penjabaran
kata bekerja sama dapat diwujudkan dengan berbagai macam makna sesuai dengan
konteks kalimat dan kepentingannya.
Dijelaskan
oleh Chester S. Bernard (terjemahan) dalam “Pengantar Manajemen Umum” oleh
Muhammad Abdul Muhyi, organisasi yaitu bentuk setiap perserikatan manusia untuk
mencapai tujuan bersama, sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih. Dijelaskan lebih lanjut unsur-unsur dasar yang membentuk
organisasi yaitu adanya tujuan dua orang atau lebih adanya pembagian tugas dan
adanya kehendak untuk bekerja sama. Menyimak penjelasan pada “Penerapan
Manajemen Modern di lingkungan Pemerintah”, bahwa keberhasilan suatu organisasi
dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang
memiliki etos kerja baik, berfikir analitis, tidak bersikap sektoral,
partisipatif, dapat memadukan sistem yang ada dan dapat beradaptasi dengan
lingkungan tempat bekerja. Dari dua pendapat tersebut, mengandung makna
pentingnya kebersamaan/kerja sama antar anggota dalam suatu organisasi.
Di
lingkungan budaya jawa, makna kebersamaan terangkum dalam pepatah “Rumongso
melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat sariro hangrasa wani”, dapat
diterjemahkan sebagai “Rasa ikut memiliki, kekeluargaan dan keintegrasian, melu
hangrungkebi berarti “apa yang kita miliki bersama jangan sampai terlepas dan
kita pegang teguh (kegotong-royongan dan komitmen). Makna mulat sariro hangroso
wani, berarti “keberanian untuk bisa introspeksi diri atau mawas diri “
berusaha untuk mengakui kesalahan diri sendiri dan berusaha memperbaiki dengan
kemampuan dan kepercayaan diri. Makna dari pepatah tersebut dalam bahasa
inggris dapat diterjemahkan dengan kata-kata “Sense of belonging, sense of
responsibility dan accountability and looking into on self, having the courage
to face any challenge”.
Hakekat
Keterbukaan
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara harfiah kata ‘terbuka” berarti tidak
tertutup, tersingkap, tidak terbatas pada orang tertentu saja, tidak
dirahasiakan”. Keterbukaan diartikan sebagai toleransi dan membuka diri untuk
orang lain, dalam rangka menjalin hubungan untuk berkomunikasi dan saling
berinteraksi, mau menerima saran dan masukan dari orang lain. Dijelaskan dalam
“Pengantar
Manajemen
Umum” bahwa “suatu organisasi yang berhasil guna dan berdaya guna senantiasa
memandang organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka (open manajemen)
menerapkan birokrasi yang transparan dan memperhatikan keterkaitan antara
sistem internal organisasi dengan sistem eksternal lingkungannya”. Dengan sistem
keterbukaan dalam organisasi, akan lebih meningkatkan peran serta dan
aktualisasi diri bagi setiap anggotanya, menjaga amanah yang dipercayakan
kepadanya sehingga ikut bertanggung jawab tercapainya tujuan organisasi.
Demikian halnya kata kebersamaan, kata keterbukaan dapat diimplemen-tasikan
pada seluruh aspek kehidupan, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan. Bergulirnya era reformasi saat ini, tuntutan
akan keterbukaan di segala bidang kehidupan semakin meningkat. Partisipasi
masyarakat semakin meningkat, harus diarahkan pada jalur yang benar (sesuai
norma yang ada) dan secara proporsional menuju peningkatan manajemen yang lebih
baik.
Hakekat
Profesionalisme.
Istilah
profesionalisme sudah akrab didengar, utamanya di lingkungan kerja, namun tidak
ada salahnya untuk menguraikan makna yang terkandung dalam kata
profesionalisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata profesionalisme
berasal dari kata “profesi yang berarti bidang pekerjaan yang dilandasi dengan
keahlian, (keterampilan, kejuruan dan lain-lain) tertentu. Selanjutnya
profesionalisme berarti, mutu, kualitas atau tindak-tanduk / unjuk kerja yang
merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional di bidangnya.
Untuk
mewujudkan profesionalisme yang optimal tentunya tidak hanya knowledge, skill,
attitude namun faktor yang perlu dipertimbangkan dan cukup berpengaruh adalah
situasi dan kondisi kerja yang kondusif, hubungan inter personal yang
komunikatif dan “team work”/ kerja sama yang solid.
Penerapan
Budaya Kerja Balitbang Dephan dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi.
Dari
uraian tentang hakekat budaya kerja “Kebersamaan, Keterbukaan dan
Profesionalisme”, selanjutnya penulis mencoba menjabarkannya untuk dapat
diaplikasikan sesuai tugas dan fungsi dalam bidang masing-masing.
a.
Budaya kebersamaan, diaplikasi-kan sebagai berikut :
o
Dapat bekerja sama dengan siapapun, dimanapun berada, kapan pelaksanaanya dan
dalam situasi yang bagaimanapun merupakan kelompok kerja yang kompak dan
solid), contohnya dalam penyusunan naskah Litjianbang di Balitbang Dephan tidak
ada naskah Litjianbang yang dihasilkan oleh perorangan, namun melalui kelompok
kerja (Panyek atau Pangiat).
o
Memegang teguh prinsip dan tujuan yang telah ditentukan bersama, loyalitas dan
dedikasi penuh. Tidak mengkhianati atasan, rekan kerja maupun bawahan, tidak
ingkar terhadap gagasan / kebijakan yang telah disepakati bersama (menjaga
komitmen).
o
Tidak berfikir sektoral (bagian per bagian atau Puslitbang per Puslitbang)
melainkan atas nama satu “Balitbang Dephan”/ untuk kepentingan Satuan.
Memandang orang lain sebagai bagian yang integral atas suatu keberhasilan.
o
Kesediaan menularkan pengeta-huan dan ketrampilan yang dimiliki (terutama
personel yang telah mengikuti pendidikan, kursus maupun penataran) kepada yang
lebih yunior/bawahan dengan tujuan kaderisasi, dengan rekan setingkat atau
atasan /senior untuk sharing.
o
Menghormati dan menghargai atasan atau senior, menyayangi rekan
sesama/setingkat dan kepada bawahan, (menghormati dan menghargai orang lain
berarti menghormati dan menghargai diri sendiri).
o
Mengikis habis rasa “senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain
senang”. Berusaha mengerti kesulitan rekan kerja atau bawahan dan berusaha
untuk memberikan bantuan, utamanya dukungan moril atau pemikiran pemecahan
masalah.
o
Memberikan kontribusi nyata dan ikut berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan
yang ada di Balitbang sesuai dengan bidang keahlian/keterampilan masing-masing.
b.
Budaya keterbukaan, diapikasikan sebagai berikut :
•
Senantiasa berfikir positif terhadap orang lain. Hal ini bisa dilakukan apabila
kita memiliki hati yang bersih dan tulus ikhlas (menghilangkan rasa iri, dan
dengki ).
•
Membuka diri dan mau menerima saran dan kritik dari orang lain selanjutnya
dijadikan bahan masukan penyempurnaan tugas pekerjaan. Tidak memandang dari
mana kritik dan saran tersebut, namun lebih melihat apa dan bagaimana isi
kritik yang disampaikan.
•
Setiap program dan perencana-an kegiatan yang dibuat melibatkan seluruh pihak
yang terkait sesuai dengan batas wewenang masing-masing, sehingga seluruh
anggota mengetahui kondisi Satker dan saling mempercayai antara pimpinan dengan
yang dipimpin.
•
Tidak melakukan langkah dan tindakan di luar ketentuan yang telah disepakati,
sehingga semua tindakan dapat terkontrol, terkoordinasi dan terarah. Bila ada
saran dan masukan terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi serta kebijakan
yang ada hendaknya melalui prosedur yang telah ditetapkan (dapat memanfaatkan
kotak saran).
•
Bila terjadi kegagalan tidak bersifat “manipulatif”, yaitu mengeksploitasi
kelemahan/kekurangan orang lain untuk kepentingan sendiri akan lebih bijaksana
mencari upaya perbaikan dengan tetap bersabar dan kembali bersabar.
c.
Budaya profesionalisme, diaplikasi-kan sebagai berikut :
o
Berpola pikir, pola sikap dan pola tindak yang “intelek-tualistis,
rasionalistis dan realistis dengan mempertim-bangkan segi efektif dan
efisiensinya (dengarkan sebelum berbicara, pikirkan sebelum bertindak).
o
Memahami dan menganalisis setiap tugas dan pekerjaan yang diberikan dengan
berpikir sistematik, komprehensif, holistik dan integral terhadap penyelesai-an
masalah, serta obyektif terhadap pertimbangan yang diperlukan.
o
Bersikap proaktif, kreatif inovatif dan responsif dalam menghadapi perubahan
yang terjadi dan memanfaatkan ilmu dan teknologi untuk kepentingan Satker.
o
Toleransi dan kompromis terhadap perbedaan pendapat dan komitmen terhadap
keputusan yang telah disepakati. Senantiasa meningkatkan kemam-puan diri dengan
memanfaatkan setiap peluang/kesempatan yang ada dengan tetap “bersaing
sehat”/kompetetif, maju tanpa menjatuhkan/mengorbankan pihak lain (contoh:
Kesempatan mengikuti Dik, kursus, pelatihan-keterampilan dan lain-lain atau
dalam penempatan jabatan).
o
Menyambut gembira dan senan-tiasa menikmati setiap tugas dan pekerjaan yang
diberikan, tetap konsen dan bertanggung jawab atas penyelesaiannya.
Penutup
a.
Penjabaran tentang budaya kerja Balitbang Dephan yang telah diuraikan di atas,
bukan merupakan “harga mati’, namun setidak-tidaknya dapat memberikan sedikit
gambaran dalam rangka penerapan-nya untuk mewujudkan kinerja yang optimal bagi
seluruh personel Balitbang Dephan.
b.
Tantangan tugas pokok dan fungsi Balitbang Dephan semakin kompleks dan
strategis, dengan organisasi yang diawaki oleh 2 unsur (TNI dan PNS) yang lahir
dengan basic berbeda, dengan adanya kemitraan dan penerapan budaya kerja Balitbang
Dephan diharapkan terciptanya team work yang solid.
c.
Hingga kini Balitbang Dephan telah banyak menghasilkan naskah kajian maupun
prototipe, dengan penerapan budaya kerja semoga Balitbang Dephan bisa lebih
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, sehingga dapat menghasilkan
kajian-kajian yang aplicable dan dapat “ditindak lanjuti” serta dimanfaatkan
oleh pihak lain yang terkait, untuk kepentingan Pertahanan Negara.
0 comments:
Post a Comment