BAB I
Pendahuluan
Krisis ekonomi yang berkepanjangan
khususnya yang dialami di negara ini, juga telah berdampak kepada krisisnya
usaha di berbagai industri yang ada di Indonesia. Banyak usaha yang dilakukan
oleh perusahaan agar bisa keluar dari masa krisis ini antara lain:
1. Mengevaluasi
dan mempertimbangkan kembali investasi yang akan ditanamkan
2. Mencari
peluang-peluang dan pasar baru yang mungkin bisa dimasuki
3. Melakukan
penghematan di berbagai bidang
4. Melakukan
update dalam berbagai pendekatan manajemen di dalam mengelola aktivitas
usahanya
Salah
satu update data yang banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan adalah
berkaitan dengan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Berbagai pendekatan
dicoba diterapkan untuk mampu mengelola dan memberdayakan kapasitas dan
kemampuan yang dimiliki oleh sumber daya manusianya agar mampu menghasilkan
kinerja yang optimal. Salah satu pendekatan yang berkaitan dengan pendekatan
manajemen ini adalah Manajemen Kinerja.
Manajemen
kinerja adalah proses komunikasi yang berlangsung terus menerus yang
dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara seorang karyawan dengan penyelia
langsungnya. Menurut Robert Bacal (1999) manajemen ini meliputi upaya membangun
harapan yang jelas serta pemahaman tentang:
1. Fungsi
kerja esensial yang diharapkan dari karyawan
2. Seberapa
besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi
3. Apa
arti konkretnya melakukan pekerjaan dengan baik
4. Bagaimana
karyawan dan penyelianya bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki maupun
mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang
5. Bagaimana
prestasi kerja akan diukur
6. Mengenali
berbagai hambatan kinerja
Dengan
berbagai upaya yang dilakukan melalui manajemen kinerja ini, diharapkan baik
karyawan, manajer dan pihak perusahaan akan mempunyai visi yang sama akan
pentingnya mengoptimalkan dan meningkatkan kinerja sehingga secara keseluruhan yang
akan mampu meningkatkan produktivitas perusahaan.
Salah
satu cara meningkatkan kinerja karyawan adalah dengan melakukan pelatihan atau
training. Secara pragmatis program pelatihan memiliki dampak positif baik bagi
individu maupun organisasi. Smith dalam buku Jusuf Irianto (2001) menguraikan
profil kapabilitas individual berkaitan dengan skills yang diperoleh dari
pelatihan. Seiring dengan penguasaan keahlian atau keterampilan yang diterima
individu akan meningkat. Pada akhirnya hasil pelatihan akan membuka peluang
bagi pengembangan karier individu dalam organisasi. Dalam konteks seperti ini
peningkatan karir atau promosi ditentukan oleh pemilikan kualifikasi skills.
Sementara dalam situasi sulit dimana organisasi cenderung mengurangi jumlah
karyawannya, pelatihan memberi penguatan bagi individu dengan memberi jaminan
jobs security berdasarkan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan organisasi.
Smith menambahkan bahwa pelatihan memiliki peran yang sangat penting bagi
organisasi dalam memberi kontribusi pada tiga permasalahan utama, yaitu :
1. Training
and development has the potential to improve labour productivity.
2. Training
and development can improve the quality of that output; a more highly trained
employee is not only more competent at the job but also more aware of the
significance of his or her action.
3. Training
and development improves the ability the organization to cope with change; the
successful implementation of change whether technical (in the form of new
technologies) or strategies (new products, new markets, etc) relies on the
skills of the organization’s member.
Saat
kompetisi antar organisasi berlangsung sangat ketat, persoalan produktifitas
menjadi salah satu faktor penentu keberlangsungan organisasi disamping
persoalan kualitas dan kemampuan karyawan. Program pelatihan dapat memberi
jaminan pencapaian ketiga persoalan tersebut pada peringkat organisasi.
BAB II
Tinjauan Teoritis
Manajemen Kinerja
Suatu organisasi dibentuk untuk
mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan hasil
kerja/prestasi organisasi dan menunjukkan kinerja organisasi. Hasil kerja
organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas yang dijalankan. Aktivitas
tersebut dapat berupa pengelolaan sumber daya organisasi maupun proses
pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk menjamin agar aktivitas tersebut dapat
mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan upaya manajemen dalam pelaksanaan
aktivitasnya.
Beberapa definisi dari manajemen
kinerja diungkapkan oleh para ahli sebagai berikut: (Wibowo, 2007):
1. Manajemen
kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus menerus dalam
kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini
meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai
pekerjaan yang akan dilakukan (Bacal, 1994).
2. Manajemen
kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi,
tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu
kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati
(Armstrong, 2004).
3. Manajemen
kinerja merupakan gaya manajemen yang dasarnya adalah komunikasi terbuka antara
manajer dan karyawan yang menyangkut penetapan tujuan, memberikan umpan balik
baik dari manajer kepada karyawan maupun sebaliknya (Schwartz, 1999).
Dengan
memperhatikan pendapat para ahli, maka dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya
manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang
berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan
berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta
terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi. Atau dapat
dikatakan hakikat manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh kegiatan
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Manfaat
Manajemen Kinerja
Manajemen
kinerja tidak hanya memberi manfaat kepada organisasi saja tetapi juga kepada
manajer dan individu. Bagi organisasi, manfaat manajemen kinerja adalah
menyesuaikan tujuan organisasi dengan tujuan tim dan individu, memperbaiki
kinerja, memotivasi pekerja, meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai inti,
memperbaiki proses pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar ketrampilan,
mengusahakan perbaikan dan pengembangan berkelanjutan, mengusahakan basis
perencanaan karier, membantu menahan
pekerja terampil agar tidak pindah, mendukung inisiatif kualitas total dan pelayanan
pelanggan, mendukung program perubahan budaya.
Bagi
manajer, manfaat manajemen kinerja antara lain: mengupayakan klarifikasi
kinerja dan harapan perilaku, menawarkan peluang menggunakan waktu secara
berkualitas, memperbaiki kinerja tim dan individual, mengusahakan penghargaan
nonfinansial pada staf, membantu karyawan yang kinerjanya rendah, digunakan
untuk mengembangkan individu, mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan
pengembangan tim, mengusahakan kerangka kerja untuk meninjau ulang kinerja dan
tingkat kompensasi.
Bagi
individu, manfaat manajemen kinerja antara lain dalam bentuk: memperjelas peran
dan tujuan, mendorong dan mendukung untuk tampil baik, membantu pengembangan
kemampuan dan kinerja, peluang menggunakan waktu secara berkualitas, dasar
objektivitas dan kejujuran untuk mengukur kinerja, dan memformulasi tujuan dan
rencana perbaikan cara bekerja dikelola dan dijalankan.
Apabila
pekerja telah memahami tentang apa yang diharapkan dari mereka dan mendapat
dukungan yang diperlukan untuk memberikan kontribusi pada organisasi secara
efisien dan produktif, pemahaman akan tujuan, harga diri dan motivasinya akan
meningkat. Dengan demikian, manajemen kinerja memerlukan kerja sama, saling
pengertian dan komunikasi secara terbuka antara atasan dan bawahan.
Pelatihan (Training)
Secara
historis organisasi yang baik adalah organisasi yang memiliki ukuran besar
dengan sistem kerja yang terbirokrasi. Sistem tersebut didedikasikan pada semua
pelaku pekerjaan (karyawan) dengan fungsi-fungsi yang terdefinisikan secara
jelas lewat job description dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan kapasitas
keahlian melalui model spesialisasi kerja. Pengendalian yang ketat merupakan
cara lazim untuk mencapai keberhasilan organisasi.
Situasi
saat ini telah berubah. Organisasi yang berukuran besar justru merupakan
organisasi yang lamban berjalan dan lambat dalam mengambil keputusan.
Birokratisasi menjadi semacam momok untuk bertindak cepat dan cekatan sehingga
masalah-masalah urgent menjadi lambat dalam pengatasannya. Semua pihak dalam
organisasi harus berani menyeberang menuju pada semua fungsi yang berjalan di
organisasi dan melewati batas-batas peran dan spesialisasi.
Pembelajaran
bagi komunitas organisasi dikenal dalam satu bentuk yang disebut sebagai
pelatihan (training). Dengan demikian dapat diklarifikasikan bahwa perubahan
manajemen organisasi dalam segala bentuknya mensyaratkan adanya berbagai
pemenuhan skills, knowledge dan ability melalui proses pembelajaran dalam
format pelatihan.
Secara
pragmatis program pelatihan memiliki dampak positif baik bagi individu maupun
organisasi. Smith (1997) menguraikan profil kapabilitas individual berkaitan
dengan skills yang diperoleh dari pelatihan. Seiring dengan penguasaan keahlian
atau keterampilan yang diterima individu akan meningkat. Pada akhirnya hasil
pelatihan akan membuka peluang bagi pengembangan karier individu dalam
organisasi. Dalam konteks seperti ini peningkatan karir atau promosi ditentukan
oleh pemilikan kualifikasi skills. Sementara dalam situasi sulit dimana
organisasi cenderung mengurangi jumlah karyawannya, pelatihan memberi penguatan
bagi individu dengan memberi jaminan jobs security berdasarkan penguasaan
kompetensi yang dipersyaratkan organisasi.
Penyebab
Pemberian Pelatihan
Terdapat
beberapa fenomenal organisasional yang dapat dikategorikan sebagai gejala
pemicu timbulnya kebutuhan pelatihan. Tidak tercapainya standar pencapaian
kerja, karyawan tidak mampu melaksanakan tugasnya, karyawan tidak produktif,
tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan menurun, dan seterusnya adalah
sebagian contoh dari gejala-gejala yang umumnya terjadi dalam organisasi.
Menurut Blanchard & Huszezo (1986) gejala-gejala (symptoms) tersebut
membutuhkan kebijakan untuk mengubah atau memperbaiki faktor-faktor penyebabnya.
Suatu gejala yang membutuhkan pengatasan suatu masalah yang diakibatkan oleh
suatu atau beberapa faktor. Sedangkan penyebab munculnya gejala merupakan
faktor yang harus diubah untuk menghilangkan masalah organisasi. Blanchard
& Huszezo mencontohkan adanya tujuh gejala organisasi yang membutuhkan pengatasan
yaitu :
1. Low
productivity.
2. High
absenteeism.
3. High
turnover.
4. Low
employee morale.
5. High
grievances.
6. Strikes.
7. Low
provitability.
Ketujuh
gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam organisasi yang dapat disebabkan
oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi :
1. Kegagalan
dalam memotivasi karyawan.
2. Kegagalan
organisasi dalam memberi sarana dan kesempatan yang tepat bagi karyawan dalam
melaksanakan pekerjaannya, dan
3. Kegagalan
organisasi memberi pelatihan secara efektif kepada karyawan.
Sekalipun
demikian permasalahan yang muncul dalam organisasi tidaklah dibatasi oleh tujuh
gejala tersebut di atas. Daftar gejala akan semakin bertambah demikian pula
halnya dengan sunber-sumber atau faktor penyebab munculnya masalah tersebut
juga beraneka ragam.
Terdapat
berbagai macam argumentasi yang dapat menjelaskan mengapa organisasi tidak
memiliki komitmen tinggi terhadap pelatihan. Kesemuaan argumentasi tersebut
mengarah pada persepsi manajer yang secara rinci dikonseptualisasikan oleh
Krause (1996) dalam buku Jusuf Irianto (2001) kedalam lima mitos pelatihan:
1. Manajer
beranggapan bahwa semua pekerja yang ada sudah memeiliki pengalaman yang
memadai. Manajer beranggapan bahwa semua pekerja yang ada sudah memiliki
pengalaman sehingga tidak memerlukan lagi pelatihan karena semua proses
pekerjaan sudah dikuasai berdasarkan pengalaman kerja yang mereka miliki selama
bertahu-tahun. Jadi manajer disini dianggap sebagai pimpinan yang tidak
mengikuti perubahan dan kemajuan zaman serta menandakan bahwa dirinya tidak
mampu membedakan antara experience dengan competence.
2. Pelatihan
sudah pernah diadakan namun tidak memiliki hasil yang signifikan bagi kemajuan
organisasi mitos seperti ini dianggap paling berpengaruh bagi persepsi manajer
untuk meniadakan program pelatihan karena dianggap sebagai pemborosan belaka.
Persepsi tersebut dapat diubah dengan penyadaran bahwa pelatihan bukanlah
sekedar sebuah entertainment event tetapi lebih merupakan sebuah proses yang
terus menerus dan akhirnya memberi penguatan individual dan organisasional.
3. Manager
beranggapan bahwa organisasi yang dipimpinnya terlalu kecil untuk mampu
mengadakan pelatihan. Harus diingat bahwa pelatihan tidak memandang apakah
organisasi itu besar atau kecil. Program pelatihan berlaku bagi semua
organisasi dan dalam segala ukurannya.
4. Manajer
beranggapan bahwa program pelatihan membutuhkan biaya yang sangat besar
sehingga mengurangi kekuatan organisasi atau bahkan mengganggu struktur
anggaran belanja perusahaan. Manajer yang beranggapan seperti ini tidak
pempertimbangkan bahwa biaya untuk sebuah incompetence yang melekat pada
karyawan sesungguhnya akan lebih besar jumlahnya dari pada untuk sebuah
pelatihan
5. Manajer
selalu berpikir bahwa organisasi tidak memiliki waktu lagi untuk melatih
karyawan (we do not have time). Pelatihan dianggap sebagai pemborosan biaya
juga dinilai sebagai buang-buang waktu.
Menurut
Schuler, Dowling, Smart, & Huber (1992) pertimbanganp-pertimbangan utama
yang harus diperhatikan dalam implementasi program pelatihan mencakup enam
perkara :
1. Who
participates in the program (siapa harus ikut sebagai partisipan dalam
pelatihan)?
Umumnya
program pelatihan dirancang untuk memberi pembelajaran atas kebutuhan
penguasaan skills tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa program pelatihan
hanya memiliki satu jenis kelompok partisipan sebagai sasaran pembelajaran.
Sekalipun demikian terdapat berbagai macam pelatihan yang dihadiri oleh lebih
dari satu jenis kelompok partisepan. Dengan adanya beberapa kelompok peserta
dalam pelatihan secara bersama-sama akan dapat memfasilitasi proses-proses
kelompok pembelajaran seperti dalam problem solving dan decision making, dimana
keduanya merupakan elemen-elemen yang sangat berguna dalam proyek quality
circle dan kelompok kerja semi otonom.
2. Who
teaches the program (siapa yang memberi pengajaran dalam pelatihan) ?
Program
pelatihan kemungkinan dapat menentukan dari beberapa sumber untuk menentukan
siapa yang berkompeten. Sumber-sumber tersebut secara ederhana dapat
dikategorikan menjadi dua macam yaitu : sumber internal dan sumber
ekstrnal.Dari sumber internal program pelatihan dapat menentukan penyelia
(supervisior), pekerja yang memeiliki pengalaman atau terlebih dahulu mendapat
pengalaman atau manajer-manajer yang memiliki pengetahuan tertenttu.Sedangkan
dari sumber eksternal, dapat ditentukan pihak-pihak seperti para spesialis yang
ada di berbagai organisasi, konsultan, asosiasi perusahaan atau industri, serta
pengajar dari perguruan tinggi yang memiliki kompetensi di bidang tertentu.
3. what
media were used to teach (media apakah yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran) ?
Terdapat
berbagai macam jenis media dengan apa orang dapat menggunakannya sebagai cara
dalam pelatihan. Jika pelatihan diadakan disebuah perguruan tinggi misalnya,
umumnya media yang digunakan adalah dengan cara kuliah, kombinasi kuliah dengan
diskusi, studi kasus serta instruksi terprogram.
4. What is the level of lerning (pada tingkat
pembelajaran apakah pelatihan diadakan) ?
Ada
empat kategori level pembelajaran yang diarahkan pada jenis skils akan diajarkan
dalam pelatihan yaitu :
(a)
Basic skills
(b)
Basic job skills
(c)
interpersonal skills
(d) Boarder
base conceptual skills
5. What
principles are needed (prinsip-prinsip rancangan pelatihan apakah yang
dibutuhkan) ?
Program
pelatihan dapat dikategorikan mencapai efektifitas optimal jika dikaitkan
dengan prinsip-prinsip pembelajaran kritis sebagai acuan. Prinsip-prinsip
pembelajaran tersebut antara lain :
(a)
Motivasi karyawan
(b)
Pengakuan adanya perbedaan individual
(c)
Peluang-peluang yang diberikan untuk praktek
(d)
Penguatan (reinforcement)
(e)
Umpan balik (knowledge of result atau feedback)
(f)
Tujuan
(g)
Kurva pembelajaran (learning curve)
(h)
Transfer pembelajaran (transfer of learning)
(i)
Tindak lanjut (follow up)
6. Where
is the program to be conducted (dimana program akan dilakukan) ?
Pertimbangan
terakhir dalam implementasi program keputusan tentang dimana pelatihan akan
dilakukan dihadapkan pada setidaknya tiga pilihan yaitu:
(a)
Di unit kerja
(b)
Di tempat kerja tetapi tidak di unit kerja, yaitu di ruang khusus sustu
organisasi
(c)
Di luar arena tempat kerja seperti di perguruan tinggi, di kantor pusat
konfrensi atau di tempat lainnya.
Jika
dikaitkan dengan tingkat skills yang dibutuhkan, basic skills umumnya diajarkan
di tempat kerja. Sementara beberapa skills yang mengkombinasikan interpersonal
dan koseptual dilakukan di luar arena kerja. Untuk mencapai tujuan-tujuan
efektifitas diskusi dan menjadikan program berlangsung konsisten, pelatihan
acap dilakukan di dalam organisasi yang disebut dengan on the job yang meliputi
baik di unit kerja, di tempat kerja, maupun diluar tempat kerja.
Program
Pelatihan
Ada
tiga jenis pemrograman pelatihan dilihat berdasarkan tempat pelaksanaanya,
yaitu :
1. Program
On the Job; program pelatihan ini acap dikembangkan dan diimplemen tasikan organisasi secara formal sekalipun
ada juga yang mengembangkannya secara tidak formal.
2. Program
On Site but not On the Job ; Program ini sangat sesuai untuk organisasi yang
membutuhkan after-hour programs dimana organisasi menghendaki agar karyawan
tetap keep in touch dengan pekerjaannya. Metode ini juga sesuai untuk karyawan
yang ingin meng-up date keahlian dan pengetahuannya.
3. Program
Off the Job ; dalam program ini ada enam metode yang dapat digunakan untuk
karyawan non-manajerial dan karyawan manajerial yaitu metoda formal course, simulation,
human relations role playing, human relation sensitivity training, case
discussion, dan wilderness training.
Evaluasi
Program Pelatihan
Program pelatihan harus mampu
menghasilkan produk tertentu. Produk tersebut merujuk pada kebutuhan untuk
mengubah keadaan setelah program diadakan. Oleh karena itu peran evaluasi
program pelatihan sangatlah vital untuk memastikanbahwa semua sumber daya yang
akan digunakan mampu memberikan kontribusi positif bagi perusahaan. Evaluasi
program dimaksudkan sebgai pemenuhan keberadaan arti atau nilai signifikan
sebuah program pelatihan dan hubungannya dengan tujuan dan sasaran yang harus
dikembangkan. Evaluasi tidak sekedar difokuskan pada assessing the learners,
meskipun hasil penilian individual tersebut juga merupakan pertimbangan utama
dalam perencanaan.
Evaluasi
pelatihan merupakan analisis atas arti atau nilai pelatihan melalui proses
pengumpulan informasi secara sistematis tentang program pelatihan itu sendiri,
partisipan, pelatihan, rancangan, metode, sumber daya dan material yang
digunakan, serta outcomes pelatihan. Evaluasi dapat dilakukan serentak
melibatkan semua komponen atau dapat pula secara parsial.
Fokus
analisis dalam evaluasi terletak pada dua isu. Pertama, efektifitas program.
Fokus ini berkaitan dengan apakah benar program pelatihan telah mencapai hal
yang sesungguhnya ingin dicapai. Isu kedua yaitu nilai (value) atas program
yang berkaitan dengan apakah upaya (efforts) dan biaya (cost) yang telah
dikeluarkan memiliki makna signifikan (worthwhile). Dalam hal ini dapat dibuat
hubungan positif antara strategi dan evaluasi. Strategi dalam konteks ini
adalah tentang identifikasi tujuan program dan memastikan bahwa rancangan dan
penyelenggaraan pelatihan berada pada rel yang benar (on the right track).
Sedangkan evaluasi merupakan pengujian untuk melihat apakah strategi tersebut
correct atau tidak. Ketiga tahapan proses pelatihan di atas merupakan satu kesatuan
yang harus mendapat perhatian seksama untuk mencapai pelatihan yang efektif.
Kegagalan manajer pelatihan dalam mencapai efektifitas umumnya disebabkan
pengabaian salah satu dari tahapan tersebut.
Tovey (1997) mendefinisikan evaluasi
pelatihan secara komperhensif dengan mencakup semua aspek yaitu sebagai : “the
analysis of the worth of a training program trough a systematic process of
collection of information on the training program, the participant, the
traniners, the design, methods, resources and material used and the outcomes of
the training”. Berdasarkan rumusan definitive tersebut, makna evaluasi
pelatihan dapat dipahami secara komperhensif sebagai upaya memperoleh informasi
yang mencakup:
1. Program
pelatihan itu sendiri
2. Peserta
3. Pelatih
4. Disain
atau rancangan pelatihan
5. Metode
pelatihan
6. Sumber
daya yang digunakan, misalnya keuangan
7. Bahan-bahanyang
digunakan dan
8. Outcome
atau dampak pelatihan
Dengan
demikian maka setiap upaya pelaksanaan evaluasi pelatihan minimal harus
mencakup kedelapan aspek tersebut di atas. Jika makna evaluasi pelatihan dapat
dipahami secara benar dan selanjutnya dilaksanakan secara konsisten, maka dua
persoalan esensial yaitu efektifitas dan nilai bagi organisasi dapat dipastikan
pengukurannya.
BAB III
Analisis
Studi Kasus: PT. Rajawali Nusantara
Indonesia (Holding Company)
Sebagai
sebuah perusahaan Agro Industri, Farmasi & Alat Kesehatan dan Perdagangan,
keberadaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang lebih dikenal dengan
PT RNI tidak lepas dari nama sebuah perusahaan perdagangan hasil bumi yang
didirikan oleh Oei Tjien Sien dengan nama NV Handel My Kian Gwan bertempat di
Semarang – Jawa Tengah pada 1 Maret 1863. Perkembangan selanjutnya perusahaan
tersebut diturunkan kepada putranya bernama Oei Tiong Ham. Ditangan putranya
ini perusahaan terus berkembang menjadi perusahaan holding. Bidang usahanya
meliputi; perdagangan, industri gula, perkebunan karet, industri farmasi, jasa
keuangan, properti dan lain – lain.
Dalam
perkembangannya, PT RNI sebagai Induk Perusahaan dan pemegang saham senantiasa
melakukan kajian terhadap kinerja seluruh anak perusahaan sehingga perseroan
dapat melakukan upaya peningkatan kesehatan bisnisnya secara berkelanjutan.
Anak Perusahaan yang tidak memberikan prospek positif di divestasi. Sebaliknya,
anak perusahaan yang terbukti kinerjanya selalu meningkat akan semakin
dikembangkan dan dibesarkan. Strategi ini yang memungkinkan PT RNI pada 2011
menjadi sebuah induk perusahaan investasi dengan jumlah asset lebih dari Rp.
5,09 triliun (per 31 Desember 2011) dan Jaringan usaha tersebar di seluruh
nusantara melalui 13 Anak Perusahaan dan tujuh afiliasi, mengoperasikan 48
Kantor Cabang dan 18 Unit produksi terdiri dari 10 Pabrik Gula, dua Pabrik
Alkohol, satu Pabrik Farmasi, dua Pabrik Alat Kesehatan, dua Perkebunan Sawit
serta satu perkebunan teh yang didukung oleh lebih dari 7.401 Karyawan tetap.
Penerapan
Manajemen Kinerja di PT. RNI
-
Mengedepankan Keberagaman dan Kesetaraan
Kesempatan
Memiliki
tiga kelompok usaha yang berbeda dan padat karya memberikan manfaat keberagaman
bagi perusahaan, baik dari sisi budaya, sosial ekonomi, maupun latar belakang
pendidikan. Program asimilasi karyawan di seluruh unit usaha diciptakan agar
semua karyawan berkesempatan untuk mencoba lingkungan bekerja dan tantangan
yang baru.
-
Meningkatkan Kompetensi
Melakukan
penilaian (assesment) secara menyeluruh di semua tingkatan jabatan setiap 2
(dua) tahun sekali. Selain itu, memberikan pelatihan secara merata dengan
tujuan untuk menjembatani pemahaman standar industri yang terus berkembang.
-
Kekuatan dalam Kebersamaan
Untuk
menumbuhkan rasa kebersamaan, secara berkala diadakan gathering seluruh
karyawan di semua tingkat jabatan, juga Porseni (Pekan Olahraga dan Kesenian)
yang diselenggarakan setiap 2 tahun. Pembentukan Serikat Pekerja sebagai media
dialog bagi manajemen dan karyawan sekaligus diharapkan dapat menjadi agen
perubahan bagi perusahaan.
Tersedianya
Sumber Daya Manusia (SDM) dengan tingkat kompetensi yang bersaing dan memiliki
produktifitas di atas rata-rata di setiap industri adalah tertuang dalam visi
perusahaan dalam mengembangkan SDM. Untuk mencapai visi tersebut maka
perusahaan menetapkan indikator kinerja pengembangan SDM sebagai tolok ukur
tahap-tahap pencapaiannya. Indikator kinerja tersebut antara lain meliputi
tingkat produktifitas, kepuasan kerja dan kaderisasi untuk menjaga
sustainabilitas perusahaan.
Pengembangan
SDM dilakukan melalui empat pilar strategi yaitu:
1. Membangun
organisasi yang tangguh
2. Profesionalisme
pengelolaan kinerja karyawan
3. Pengembangan
SDM berbasis kompetensi serta moral & motivasi pada tingkat yang dinamis
4. Strategi
berlandaskan pada nilai-nilai perusahaan dan praktek Good Corporate Governance
(GCG)
Strategi
pengembangan SDM dilakukan pula dengan cara: memberikan pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan kompetensi yang berdasarkan analisa kebutuhan, hasil penilaian
kinerja, assessment atau pengembangan karir. Pelatihan yang diberikan oleh
perusahaan dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu: Pelatihan/Pengembangan
Kompetensi Teknis fungsional, Pelatihan/Pengembangan Kompetensi Managerial,
Pelatihan/Pengembangan Kompetensi Bisnis Strategik.
Pengembangan
kompetensi teknis fungsional dilakukan untuk meningkatkan keterampilan (skill)
karyawan guna mendukung kinerja di bidang tugasnya. Pengembangan ini didasarkan
pada kebutuhan spesifikasi pekerjaan agar karyawan mampu melaksanakan tugas dan
tanggung jawab yang diberikan guna mencapai kinerja perusahaan. Pelatihan
teknis fungsional termaksud: seminar, training, workshop, lokakarya, study
banding dll, mulai dari level karyawan pelaksana sampai dengan karyawan
pimpinan.
Pelatihan/Pengembangan
Kompetensi Managerial meliputi:
-
Basic Magement Development Program
(BMDP) dilaksanakan dengan tujuan memberikan pelatihan jabatan paling dasar
sebagai prasyarat untuk dapat memperoleh jabatan managerial dan melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi
-
Middle Magement Development Program
(MMDP) merupakan pelatihan jabatan karyawan pimpinan level menengah setingkat
kabag/manager/kacab sebagai prasyarat untuk memperoleh jabatan managerial dan
melanjutkan ke jenjang pelatihan yang lebih tinggi.
-
Strategic Management Development Program
(SMDP) merupakan pogram penjenjangan ketiga dari serial program pelatihan
jabatan para Manager Senior dilingkungan PT RNI.
-
Senior Executive Development Program (SEDP)
merupakan perjenjangan tertinggi dari serial program dan merupakan pembekalan
bagi eksekutif lingkup PT RNI.
Program
pengembangan potensi karyawan, Pendidikan Pra Kualifikasi (P2K) merupakan
program pendidikan prakualifikasi dengan program seleksi calon karyawan
pimpinan dari sumber internal perusahaan. Program ini ditujukan untuk menjaring
karyawan potensial yang dapat ditingkatkan kompetensinya dan mampu mengemban
tugas dan tanggungjawab sebagai karyawan pimpinan di lingkungan RNI Group.
Untuk mengikuti program ini karyawan harus memiliki beberapa persyaratan dan
tahapan seleksi yang diatur dalam ketentuan SK no. 348/SK/PT RNI.01/XII/2003
tentang ketentuan dan prosedur rekrutment dan seleksi calon karyawan pimpinan
jalur internal di lingkungan RNI Group. P2K telah menghasilkan 15 angkatan
dengan jumlah alumnus sebanyak 372 karyawan.
Selain
program pengembangan/pelatihan, sistem remunerasi selalu mendapat perhatian
khusus dari manajemen, sistem penilaian secara on line oleh atasan maupun rekan
sekerja telah disosialisasikan dan dilaksanakan pada tahun 2011, untuk menjaga
moral dan motivasi karyawan telah dikembangkan program-program penghargaan
karyawan yang sekaligus untuk merangsang peningkatan produktifitas. Program
tersebut antara lain: Festival Inovasi (Inovation Award), Penghargaan Sinder
berprestasi (Sinder Award) dan Penghargaan Karyawan Teladan.
Seiring
dengan perubahan visi bisnis manajemen PT RNI, maka divisi SDM menyusun rencana
program pengembangan SDM Tahun 2012 untuk memenuhi kebutuhan diseluruh level
karyawan meliputi:
-
Pengembangan kompetensi teknis
perlu dilakukan penyesuaian
dikarenakan bisnis perusahaan yang berkembang merambah pada bisnis pengembangan
perkebunan kelapa sawit, pengembangan anak perusahaan yang mengelola bisnis
peternakan sapi, pembangunan power plant, pengembangan industri persawahan dan
pengembangan bisnis properti. Selain itu perusahaan juga akan melakukan
optimalisasi kapasitas produksi PT Mitra Rajawali Banjaran (Kondom dan Alat Suntik)
dan PT Rajawali Citramass (Karung Plastik)
-
Program Pengembangan Kompetensi Direktur (Profesional Directorship
Program). Perubahan organisasi perusahaan menuntut divisi SDM untuk segera
melakukan program-program pengembangan kompetensi bagi para pimpinan baik di PT
RNI Holding maupun para pimpinan di anak-anak Perusahaan. Program ini
diselenggarakan dengan kombinasi metode Inhouse Training dan Public Training.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Penerapan
manajemen kinerja di PT. RNI sudah cukup baik mengingat perusahaan ini adalah
holding company yang mempunyai banyak anak perusahaan. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai macam pelatihan sesuai level karyawan yang diberikan perusahaan. Perusahaan
juga memberikan berbagai reward untuk memotivasi karyawan di masa datang.
Selain itu perusahaan juga membentuk serikat pekerja sebagai sarana komunikasi
antara pihak manajemen dan karyawan.
Evaluasi
dari suatu program pelatihan yang sudah diterapkan penting untuk dilakukan dan
dicermati. Banyak pihak tidak memahami evaluasi sebagai totalitas dari nilai
dan efektifitas suatu kegiatan yang berkaitan dengan strategi jangka panjang
perusahaan. Akibatnya besarnya sumber daya yang telah digunakan tidak diimbangi
dengan hasil yang memuaskan. Evaluasi ditujukan untuk memastikan bahwa suatu
pelatihan dapat dinilai berhasil atau gagal secara terukur.
Saran
Perusahaan
selalu melakukan penilaian menyeluruh terhadap karyawannya setiap 2 tahun
sekali. Namun penilaian ini sebaiknya diikuti dengan feedback rutin yang diberikan
atasan kepada karyawannya sehingga si karyawan tidak merasa terkejut dengan
nilai dari penilaian akhir yang dilakukan. Kemudian pelatihan yang diberikan
kepada karyawan yang bekerja di perkebunan harus dilakukan dengan tepat
mengingat mereka bekerja tidak harus menggunakan skill khusus di lapangan.
Pelatihan tentang sistem informasi
sebaiknya terus dilakukan agar pertukaran informasi dan data-data yang
diperlukan karyawan terintegrasi dengan baik antara anak-anak perusahaan dan
induknya sehingga memudahkan pekerjaan mereka.
BAB V
Daftar Pustaka
Bacal, Robert. Performance Management. 1999. McGraw-Hill Companies, Inc. New York
USA.
Blanchard, RN dan Huszczo.Toward a More Organizationally Effective Training Strategy and Practice.
1986. Prentice Hall.New Jersey.
Irianto,
Jusuf. Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen
Pelatihan (Dari Analisa Kebutuhan Sampai Evaluasi Program Pelatihan).2001.Insan
Cendikia.Surabaya.
Smith,
A. Training and Development dalam Kramar, R, McGraw, P & Schuler, R.
Human Resource Management in Australia. 1997. Addison W.L. South
Melbourne.
Tovey,
M.D. Training in Australia: Design, Delivery, Evaluation & Management.
1997. Prentice Hall. Sydney.
Wibowo.
Prof, Dr, SE, M.Phil. Manajemen
Kinerja. 2007. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
http://www.rni.co.id/id/sumber-daya-manusia
bagus sebagai referensi bagi mahasiswa yang sedang membuat karya ilmiah
ReplyDeletekarena content nya sudah di mplementasikan dalam kondisi organisasi ,yg selalu dibutuhkan oleh karyawan utk terus meningkatkan kompetensi sesuai kebutuhan organisasi dan sejalan dg visi misi organisasi tersebut
i need help please this for my school project thankyou so much
ReplyDeletehttp://rajawali.godaddysites.com/
.