Wednesday, February 4, 2015

makalah penerapan budaya organisasi pada Air Asia



BAB I
PENDAHULUAN

            Tampaknya ada kesepakatan yang luas bahwa budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan
Sebuah organisasi mempunyai budaya masing-masing. Ini menjadi salah satu pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya sebuah organisasi ada yang sesuai dengan anggota atau karyawan baru, ada juga yang tidak sesuai sehingga seorang anggota baru atau karyawan yang tidak sesuai dengan budaya organisasi tersebut harus dapat menyesuaikan kalau dia ingin bertahan di organisasi tersebut.
Budaya organisasi ini dapat membuat suatu organisasi menjadi terkenal dan bertahan lama. Yang jadi masalah tidak semua budaya organisasi dapat menjadi pendukung organisasi itu. Ada budaya organisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maksudnya tidak dapat menyocokkan diri dengan lingkungannya, dan lebih ditakutkan lagi organisasi itu tidak mau menyesuaikan budaya nya dengan perkembangan zaman karena dia merasa paling benar.
Dalam keadaan inilah karyawan tidak akan mendapatkan kepuasan kerja. Memang banyak faktor lain yang menyebabkan karyawan tidak memperoleh kepuasan kerja, tapi faktor budaya organisasi merupakan faktor yang utama.
                                                                                                                                                1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Suatu Definisi
            Tampaknya ada kesepakatan yang luas bahwa budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :

a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan  bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.



                                                                                                                                                2
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan
kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.

Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

2.2       Fungsi Budaya
            Budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi. Berikut fungsi budaya menurut Robbins (1996 : 294):
a.Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b.Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c.Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d.Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

2.3       Media Mempelajari Budaya
Menurut Daft (2007 : 363) budaya diteruskan kepada para karyawan dalam sejumlah media, diantaranya adalah:
                                                                                                                                                3
a.       Cerita
Cerita-cerita ini beredar dalam banyak organisasi. Cerita-cerita ini khususnya berisi dongeng dari peristiwa mengenai pendiri organisasi, pelanggaran aturan, sukses dari miskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lalu, dan mengatasi masalah organisasi. Cerita-cerita ini menjangkarkan masa kini pada masa lampau dan memberikan penjelasan dan pengesahan untuk praktek-praktek dewasa ini.

b.      Ritual
Deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu.

c.       Lambang Materi
Beberapa korporasi memberikan kepada eksekutif puncak mereka limosin bersopir dan bila mereka melakukan perjalanan udara, penggunaan jet korporasi tanpa pembatasan. Yang lain mungkin tidak mendapatkan limosin atau jet pribadi, tetapi mereka mungkin masih mendapatkan sebuah mobil dan perjalan udaranya dibayar oleh perusahaan. Lambang materi ini menghantarkan kepada para karyawan siapa yang penting, sejauh mana egalitarianisme yang diinginkan oleh eksekutif puncak dan perilaku yang tepat.

d.      Bahasa
Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi menggunakan bahasa sebagai suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu dan dengan berbuat seperti itu membantu melestarikannya. Dengan berjalannya waktu, organisasi-organisasi sering mengembangkan istilah yang unik untuk memerikan peralatan, kantor, personil utama, pemasok, pelanggan, atau produk yang berkaitan dengan bisnisnya. Karyawan baru sering dibanjiri dengan akronim dan jargon yang ada. Sekali diserap, peristilahan ini bertindak sebagai suatu sebutan persamaan yang menyatukan anggota-anggota dari suatu budaya atau anak budaya tertentu.
                                                                                                                                                4
2.4       Budaya dan Organisasi



NEEDS OF THE ENVIRONMENT


Flexibility
Stability
STRATEGIC  FOCUS
External
ADAPTABILITY CULTURE
MISSION CULTURE
Internal
CLAN
CULTURE
BUREAUCRATIC CULTURE
           


Menurut Daft (2007 : 367), budaya perusahaan harus mendorong desain strategi dan struktur yang diperlukan agar efektif. Contohnya, di lingkungan luar dibutuhkan fleksibilitas dan respon seperti lingkungan perusahaan berbasis internet E-bay. Perusahaan itu menggunakan budaya harus berani cepat beradaptasi. Hubungan yang benar diantara nilai-nilai budaya perusahaan, strategi organisasi dan struktur, dan lingkungan yang dapat meningkatkan kinerja organisasi.

            Empat kategori budaya yang saling berhubungan adalah adaptability, mission, clan, dan bureaucratic culture. Kategori inilah yang cocok dengan nilai-nilai budaya, strategi, dan lingkungan. Masing-masing kategori ini bisa sukses tergantung pada kebutuhan lingkungan eksternal dan fokus strategi dari perusahaan.  




                                                                                                                                                5
BAB III

ANALISIS PENERAPAN BUDAYA ORGANISASI DI PT. INDONESIA AIRASIA


3.1       Sejarah Perusahaan
Air Asia Indonesia berdiri pada September 1999. Pada awal berdirinya, Air Asia Indonesia bernama PT AWAIR Internasional. Pada 2000, Air Asia Indonesia mulai beroperasi melayani penerbangan ke berbagai kota di Indonesia. Kemudian, menyusul pembukaan jalur penerbangan baru ke luar negeri, yaitu Singapura. Setahun setelah beroperasi, maskapai ini menghentikan operasinya karena ketatnya persaingan penerbangan di Indonesia (www.anneahira.com).
Pada 2004, AWAIR diakuisisi atau diambil alih oleh perusahaan penerbangan Air Asia. Setelah diambil alih oleh Air Asia, maskapai ini berubah nama menjadi Air Asia Indonesia. Setelah berubah nama, Air Asia Indonesia mulai beroperasi lagi untuk meramaikan dunia penerbangan Indonesia dengan strategi penerbangan berbiaya murah.
Air Asia Indonesia melayani penerbangan dalam negeri dan luar negeri. Untuk penerbangan dalam negeri, Air Asia Indonesia melayani penerbangan ke kota-kota besar di Indonesia. Kota-kota di Indonesia yang dilayani oleh Air Asia antara lain Bandung, Batam, Balikpapan, Denpasar, Jakarta, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Surabaya, dan Yogyakarta. Sementara itu, untuk penerbangan luar negeri, Air Asia Indonesia melayani rute penerbangan di kawasan ASEAN. Negara-negara ASEAN yang dilayani oleh rute penerbangan Air Asia Indonesia antara lain Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.


                                                                                                                                                6
3.2       Strategi dan Pelayanan
            Dalam industri penerbangan faktor kunci yang menentukan kinerja perusahaan penerbangan adalah strategi yang berhasil, kepuasan penumpang, ketepatwaktuan jadwal serta keselamatan penerbangan (www.darminpella.wordpress.com).
-       Dipimpin oleh orang yang terkenal di bidangnya yaitu Tony Fernandes (Air Asia), seorang pekerja keras.
-       Memilih Low Cost Carrier sebagai strategi bisnis, yaitu penerbangan dengan berbiaya murah. Jenis strategi ini bisa dibilang merubah paradigma mengenai penerbangan yang mahal dan tak terjangkau masyarakat.
-      Menggunakan Performanced Based Culture sebagai salah satu strategi di SDM. Artinya apabila pegawai tersebut tidak mematuhi target atau perintah maka akan sangat mudah dikeluarkan dan lebih fokus pada produksi. Pegawai yang produksi lebih akan diberikan sejumlah nilai (uang) yang lebih.
-    Sangat fokus pada masalah Keselamatan, Indonesia Air Asia mempercayakan seluruh perawatan armadanya di Garuda Maintenance Facilities (GMF). Di tempat tersebut, dilakukan pemeriksaan rutin dan pemeriksaan pemeliharaan tingkat rendah "A" check, hingga pemeliharaan tingkat tinggi "C" check.
-       Kursi: Indonesia Air Asia tidak menggunakan nomor kursi untuk menghindari bottle neck saat antrian, Penumpang bernomor kursi kecil yang masuk lebih dahulu, akan menghambat jalan  penumpang bernomor kursi besar.  Untuk memastikan ini tidak terjadi, Indonesia Air Asia dengan cerdik menyediakan kartu putih dan merah. Penumpang yang diberi kartu merah akan didahulukan masuk pesawat, karena ia akan dipegang oleh penumpang yang duduk di belakang.  Penghematan beberapa menit akibat metode ini amat sangat berarti.

                                                                                                                                                7
-       Pesawat: Indonesia Air Asia menggunakan pesawat yang rata-rata lebih tua dibandingkan maskapai lainnya, mungkin karena karena start-up costnya lebih murah,  investor obligation juga lebih rendah.
-       Cabin: Tray table Indonesia  Air Asia dipenuhi dengan sticker promosi produk tertentu, Cabin Air Asia adalah sarana promosi.
-       Tepat Waktu: Fast Ground Turn Around Indonesia Air Asia lebih cepat dibandingkan maskapai lainnya, hanya 25 menit saja.
-       Pelayanan: Pilot Air Asia pernah menggunakan bahasa pengantar bahasa Jawa dalam penerbangan Kuala Lumpur-Jogjakarta saat melakukan pengumuman dan hal ini sesungguhnya tidak ada dalam standar pelayanan atau SOP (www.turnastiti.wordpress.com). Kesimpulannya bahwa pengumuman yang disampaikan oleh sang pilot waktu itu bukan karena kewajiban perusahaan namun lebih karena keinginan dan kreatifitas sang pilot. Pramugari Indonesia Air Asia lebih tak berjarak dengan penumpang, mereka lebih ramah, tanpa segan mengobrol dengan penumpang sebagai bagian dari customer intimacy strategy. Pramugari Indonesia Air Asia lebih menikmati pekerjaannya, senyuman mereka terlihat ikhlas, dalam service script selalu disebutkan nama pramugari yang bertugas sehingga kita merasa mengenali mereka. Service script Air Asia dengan cerdik memasukkan kalimat penyebutan nama sang pramugari, the primary person, dalam istilah Air Asia. Kesan yang muncul, di Air Asia, pramugari ditonjolkan sebagai  sebuah pribadi. Pramugari adalah mahluk cantik bernama dan dapat dikenali, tak perlu berjarak dengan penumpang. Pramugari adalah service ambassador, dan definitely ia merupakan source of customer loyality.



                                                                                                                                                8
3.3       Penerapan Budaya Organisasi
            Menurut Hatch (1997), Hatch menyatakan bahwa budaya organisasi itu seperti lingkaran yang dibagi oleh 2 garis yang tegak lurus dan terdiri dari asumsi (assumptions),  nilai (values), wujud (artifacs), dan simbol (symbols). Model Hatch ini biasa juga disebut model budaya yang dinamis. Meskipun model Hatch lebih dinamis (baca: rumit), namun ternyata sangat bisa diaplikasikan dalam fenomena sang pilot yang berbahasa Jawa itu. Dari hubungan manifestasi antara asumsi dan nilai. Asumsi dasar personal sang pilot kemungkinan sarat dengan kreatifitas. “Hidup harus kreatif, unik, dan berbeda.” Asumsi personal ini akan ‘klop’ dengan nilai yang diyakini bersama oleh karyawan di Air Asia bila Air Asia juga menekankan nilai dasar budayanya pada unsur kreatifitas. Dengan demikian, asumsi personal kreatif sang pilot mempengaruhi nilai dalam budaya perusahaan Air Asia, sedemikian halnya, nilai ini menguatkan sisi kreatif dari asumsi personal sang pilot.
Nilai dasar budaya di Air Asia yang kreatif tersebut akan menguatkan sang pilot untuk kreatif yang diwujudkan dalam pengumuman dengan menggunakan bahasa Jawa. Demikian pula sebaliknya, pengumuman yang diwujudkan dalam bahasa Jawa ini digunakan sang pilot untuk meningkatkan penguatan nilai perusahaan bagi dirinya.
Selanjutnya, dalam membangun simbolisasi perusahaan pada penggunanya, wujud pengumuman dengan menggunakan bahasa Jawa ini digunakan sang pilot untuk menyimbolkan budaya perusahaannya pada penumpang atau konsumen dalam arti yang lebih luas. Demikian sebaliknya, hasrat menunjukkan simbol ini akan menguatkan perilaku untuk memberikan pengumuman dengan menggunakan bahasa Jawa.
Kedinamisan yang terakhir ditemui dalam hubungan dua arah antara simbol dan asumsi. Dalam diri sang pilot, kebanggaan untuk menunjukkan simbol perusahaanya pada penumpang ini akan menguatkan asumsi personalnya tentang kreatifitas, dan demikian pula sebaliknya. Kreatifitas yang menjadi dasar asumsi personalnya akan membuat dia selalu kreatif untuk membangun simbol-simbol yang akan ditunjukkan dari perilakunya.
                                                                                                                                                9
Berdasarkan aplikasi ini, tampaknya model budaya organisasi dinamis yang disampaikan oleh Hatch bukanlah sesuatu yang jarang kita temui dalam perilaku manusia sebagai bagian dari perusahaan/organisasi. Para karyawan akan berperilaku yang mencerminkan keterkaitan antara asumsi personal yang dimiliki, nilai perusahaan, wujud perilaku, dan simbolisasi yang diinginkan.
Dalam desain strategi budaya organisasi, Air Asia Indonesia menggunakan Adaptability Culture. Di tipe budaya organisasi ini inovasi, kreatifitas dan risk taking akan sangat dihargai bahkan dapat diberikan reward. Di Air Asia pilot dapat menggunakan kreatifitasnya seperti melakukan pengumuman dalam bahasa Jawa. Selain itu tidak adanya penggunaan nomor kursi untuk menghindari kemacetan penumpang saat masuk pesawat, dan penggunaan cabin tray sebagai sarana promosi merupakan salah satu bentuk inovasi Air Asia yang tidak dimiliki oleh maskapai lainnya.
Dunia penerbangan memerlukan dua aspek yakni alat dan sumber daya manusia. Dari kedua aspek itu, aspek sumberdaya manusialah yang memegang peran utama, karena sudah pasti tanpa sumber daya manusia ini peralatan itu tak mungkin ada atau tak mungkin beroperasi. industri airline adalah people based service industry. Pesawat yang paling mutakhir atau sistem yang paling canggih sekalipun bisa dibeli dengan mudah bila perusahaan memiliki uang. Tapi kompetensi SDM harus dibina secara profesional. Faktor budaya menjadi kunci penting yang dapat memompa, motivasi dan loyalitas selain kemampuan teknis karyawan.
Indonesia AirAsia membangun budaya safety ini dalam pengembangan budaya Air Asia sendiri, dalam setiap program departemen Culture, pembahasan safety selalu dilakukan. Departemen safety dan security sendiri mempunyai rancangan program terpadu untuk meningkatkan awareness karyawan akan keselamatan serta kesiapan tim dalam pencegahan dan penanggulangan masalah keselamatan, training-training safety diwajibkan untuk crew pesawat dan staf lainnya, emergency response meeting dilakukan terpadu dan tim tanggap darurat disiapkan.
                                                                                                                                                10
BAB IV
KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa AirAsia berhasil meningkatkan pelayanan dan komitmen terhadap keselamatan penerbangan, hal ini didukung oleh Budaya Organisasi yang kuat.  Dalam kasus Air Asia, figur pimpinan adalah faktor penting namun ternyata bukan faktor utama yang dapat meningkatkan kinerja organisasi, komitmen yang dibuktikan dengan implementasi aktual ternyata membuahkan hasil yang nyata. Air Asia terbukti serius dalam membangun budayanya sehingga tercermin dari perilaku pelayanan dan kinerja kerja karyawan dan organisasi secara keseluruhan. Our employee behaviors in front of our customers are tip of iceberg of our corporate culture Perilaku pegawai suatu perusahaan adalah cerminan budaya dalam perusahaan itu sendiri. Lebih jauh lagi, merupakan refleksi dari manajemen puncak dan para pemimpin dalam perusahaan. 
Budaya organisasi yang kuat juga menjadi faktor penentu dalam melaksanakan komitmen keselamatan penerbangan, Budaya organisasi yang kuat terbukti mampu mendorong seluruh karyawan dan sendi organisasi untuk melaksanakan prinsip keselamatan penerbangan.
Komitmen Indonesia Air Asia dalam membangun budaya organisasi lebih memudahkannya untuk membentuk budaya keselamatan, Jika karyawan mempunyai budaya organisasi yang berkomitmen terhadap keselamatan maka tujuan keselamatan sepenuhnya akan tercapai. Budaya organisasi akan mempengaruhi sikap dan perilaku semua anggota organisasi, budaya yang kuat dalam organisasi dapat memberikan paksaan atau dorongan kepada anggotanya untuk bertindak dan berprilaku sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh organisasi.

                                                                                                                                                11
DAFTAR PUSTAKA

Hatch, Mary Jo. 1997. Organisation Theory: Modern, Symbolic,Design and Post Modern Perspective. New York: OxfordUniversity Press.
Richard L. Daft. 2007. Understanding the Theory and Design of Organizations. U.S.: South-Western, Thompson.
Robbins, Steven P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta: Prenhallindo.
Schein, E.H. 1992.  Culture: The Missing Concept in Organization Studies. Administrative Science Quartely.
http://www.anneahira.com/air-asia-indonesia.htm/

0 comments:

Post a Comment